Banda Aceh (ANTARA News) - Diperkirakan banyak perusahaan besar kategori padat modal di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) belum mampu membayar gaji pekerjanya sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp1 juta/bulan.
"UMP di Aceh adalah termasuk tertinggi di Indonesia. Banyak perusahaan besar, menengah dan kecil belum mampu membayar gaji pekerjanya sesuai UMP," kata Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPP Apindo) NAD, H Dahlan Sulaiman, di Banda Aceh, Selasa.
Pemerintah Aceh melalui Peraturan gubernur (Pergub) No.67/2007, menetapkan UMP sebesar Rp1 juta dari sebelumnya Rp850 per bulan, terhitung berlaku sejak 1 Januari 2008.
Di sela-sela pembukaan musyawarah provinsi Apindo NAD, ia menyatakan jika dipaksakan membayar gaji buruh/karyawan sesuai UMP maka diperkirakan perusahaan akan tutup, sekaligus pekerja akan menghadapi risiko kehilangan pekerjaan.
Apindo mengadvokasi pengusaha dengan merugikan pekerja sesuai UU
"Dalam situasi itu, Apindo siap memposisikan diri mengadvokasi pengusaha namun dengan merugikan pekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya.
Untuk itu, diperlukan hubungan antara pengusaha dengan pekerja yang selama ini berada pada posisi berhadap-hadapan dan bertentangan. "Karenanya, kami bertekad untuk menjadikan pekerja atau buruh sebagai mitra sejati pengusaha dan aset perusahaan," tambahnya.
Di pihak lain, Dahlan Sulaiman menilai akibat kebijakan pembangunan ekonomi masa lalu berupa penetapan pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia, telah menyebabkan ekonomi Aceh sangat tergantung kepada Sumatera Utara.
Oleh karena itu, ia berpendapat untuk meminimalisir ketergantungan ekonomi Aceh dengan Sumatera Utara maka sudah saatnya Pemerintah bersama para pengusaha bekerja sama menumbuhkan sentra ekonomi produktif, agro industri dan industri manufaktur dengan menggandeng investor luar daerah ini.
Sebagai tujuan pembangunan ekonomi Aceh ke arah lebih baik di masa mendatang, Dahlan menyatakan Pemerintah perlu memfasilitasi terbentuknya asosiasi pengusaha Aceh di luar guna menjamin pemasaran produk-produk asal provinsi ini.
"Selain itu, Pemerintah juga perlu menerbitkan regulasi tentang larangan ekspor atau pengeluaran barang dan bahan baku ke luar Aceh yang mungkin ditingkatkan utilitas produknya di daerah ini," ujar dia.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008