Jakarta,(ANTARA News) - Departemen Keuangan merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2008 menjadi 6,0 persen, dari 6,4 persen pada APBN Perubahan, karena situasi eksternal dan internal saat ini yang semakin sulit. "Kita sudah lakukan tiga kali revisi untuk pertumbuhan dan semua revisinya ke bawah. Mulai 6,8 persen pada APBN, lalu di APBNP menjadi 6,4 persen. Kemungkinan dengan adanya situasi yg makin sulit, `growth` (pertumbuhan) tahun ini ada di sekitar 6,0 persen," kata Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Selasa. Dia mengatakan, pemerintah saat ini masih diuntungkan oleh penurunan nilai tukar rupiah karena ekonomi AS sedang mengalami kesulitan. "Inflasi akan dijaga pada 8,5-9 persen. Dengan situasi hari ini sangat sulit mengembalikan inflasi jadi 6 persen. Namun kita tetap akan menjalankan program stabilisasi harga dan BI tetap fokus jaga inflasi," katanya. Untuk harga minyak, Depkeu merevisi asumsi APBN P95 dolar AS per barel menjadi 110 dolar AS, dan "lifting" (produksi siap jual) 927 ribu barel perhari serta defisit anggaran yang dijaga pada 1,8-2 persen. Dia menambahkan, pihaknya akan meningkatkan pendapatan dari sektor pajak, terutama dari sektor yang mengalami keuntungan tambahan atau "windfall profit". "Jadi kalau sekarang ada perusahaan yang kita periksa bukan karena iseng, tapi karena mencari potensi. Kalau ada indikasi `transferred pricing` (pengalihan harga), indikasi penggelapan pajak atau penghindaran pajak, kita akan lihat dengan hati-hati," katanya. Menurut dia, kementerian dan lembaga diminta terus melakukan re-fokusing dalam belanja untuk melakukan penghematan, terutama terkait belanja subsidi, seperti BBM, listrik, pangan, bibit, dan PSO pada bidang transportasi.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008