Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengharapkan semua lembaga yang menyimpan data pribadi masyarakat mempekerjakan pegawai berintegritas untuk mencegah terjadinya jual beli data.

"Lembaga yang menyimpan data pribadi harus menjaga SOP dan berintegritas serta menempatkan pegawai berintegritas sehingga data tidak diambil untuk kepentingan yang lain dan diperjualbelikan," kata Zudan dalam konferensi pers di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Kamis.

Baca juga: Polisi tangkap tersangka jual beli NIK dan KK

Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak mudah membagikan data kependudukan dan data pribadi lainnya sebelum memastikan pemanfaatan data itu.

Bila perlu, kata Zudan, masyarakat membuat perjanjian atau kontrak bahwa data hanya digunakan untuk peruntukan transaksi itu dan tidak boleh digunakan untuk keperluan yang lain.

Baca juga: Polisi: Data NIK diperjualbelikan bukan dari Dukcapil

"Terutama sekarang fintech yang meminta data, yang kemudian bisa disalahgunakan. Fintech-fintech harus diketahui betul yang meminta data itu harus yang sudah berizin di OJK," ujar Zudan.

Semua pihak, menurut dia, harus bersama-sama berperan mencegah penyalahgunaan data pribadi dan memanfaatkan data pribadi secara bertanggung jawab serta rahasia.

"Kalau mengetahui ada di media sosial atau dunia nyata orang memperjualbelikan data kependudukan segera melapor polisi terdekat atau bisa kami di Dukcapil," ujar dia.

Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal Polri menangkap tersangka penjual data kependudukan dan rekening melalui situs dan aplikasi perpesanan berinisial C (32).

Tersangka C memiliki jutaan data meliputi nama lengkap, nomor telepon genggam, alamat, nomor induk kependudukan, nomor KK, rekening bank, nomor kartu kredit, dan data pribadi lainnya.

Tersangka dijerat Pasal 48 ayat (2) jo Pasal 32 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara dan/atay denda Rp3 miliar dan Pasal 95A UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukandengan ancaman maksimal dua tahun penjara dan/atau denda Rp25 juta.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019