Jakarta (ANTARA News) - Seluruh anggota Serikat Pekerja Angkasa Pura I minggu depan akan melakukan mogok jika tuntutan kenaikan gaji dan tunjangan hari tua dan kesehatan masa pensiun tidak dipenuhi oleh manajemen.Sementara itu pihak manajemen mengatakan, "Siap untuk mengantisipasi rencana mogok kerja anggota SP Angkasa Pura I dengan meminta bantuan tenaga dari Angkasapura II dan pihak berwajib seperti TNI dan Polri," kata Dirut Bambang Darwoto di Jakarta, Senin.Menurut Bambang, pihak manajemen masih siap untuk melakukan duduk bersama dengan pengurus Serikat Pekerja Angkasa Pura I, karena semua tuntutan itu harus juga didasarkan pada Undang-undang yang berlaku, tidak semata-mata pada ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB)."PKB tidak satu-satunya sebagai peraturan perusahaan kepada karyawan, tetapi ada juga Peraturan Pemerintah dan Keputusan Dewan Komisaris," kata Bambang Darwoto. Bambang juga mengatakan, saat ini anggota Serikat Pekerja pecah menjadi dua, ada yang pro dengan rencana pemogokan dan ada yang tidak mendukung. "Dalam SP itu saat ini sudah pecah, ada yang setuju mogok dan ada yang tidak. Bahkan mereka ada yang menggugat ketua SP saat ini, Itje Yulinar, tidak lagi layak karena sudah pensiun," katanya. Bambang yang didampingi sejumlah direksi seperti, Direktur Keuangan, Laurensius Manurung dan Direktur Umum, Ranendra N. mengatakan, tuntutan Serikat Pekerja itu antara lain meminta kenaikan gaji, tunjangan hari tua dan tunjangan kesehatan setelah pensiun. Semua tuntutan itu bersifat jangka panjang, artinya, menyangkut keuangan perusahaan yang harus dimintakan persetujuan kepada komisaris. Dalam rapat direksi dengan komisaris, kata Bambang, disetujui kenaikan gaji 20 persen pada tahun 2008, tetapi SP meminta di atas 30 persen yang berlaku sejak tahun 2007. Sementara untuk tunjangan hari tua dan kesehatan, pihak perusahaan harus menyediakan ratusan miliar untuk disetorkan kepada yayasan pengelola dana pensiun atau kepada perusahaan asuransi. "Karena jumlah dananya besar, manajemen tidak berani memutuskan jika tidak mendapatkan persetujuan dari Komisaris," katanya. Menjawab pertanyaan, tentang dana kesehatan yang mengendap di perusahaan asuransi Jiwasraya Rp11 miliar, Darwoto mengatakan, uang itu akan segera ditarik tetapi jumlahnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Perusahaan menghitung, nilai tunai uang perusahaan yang ditanam di perusahaan asuransi itu mestinya lebih dari Rp13 miliar, tetapi hanya akan dibayar Rp11 miliar. "Jumlah itu kita tolak, kita akan meminta fatwa dari Direktur Asuransi Departemen Keuangan. Jika fatwa itu sudah dapat, kita akan tarik karena itu tidak ada penggelapan uang itu. Uang masih di Perusahaan Asuransi Jiwasraya," katanya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008