Jakarta (ANTARA) - Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus suap pengurusan izin impor bawang putih yang telah menjerat anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra bersama lima orang lainnya.
Almisbat mendatangi gedung KPK, Jakarta, Kamis, memberikan laporan terkait impor bawang putih tersebut. Dalam laporan yang diberikan ke lembaga antirasuah tersebut juga disertakan data-data anggaran bawang putih dan data tambahan dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Baca juga: KPK telurusi kewajiban PT CSA terkait impor bawang putih
"Kami selama ini mengkritisi kebijakan Kementan terkait RIPH (Rekomendasi Impor Produk Holtikura) menilai masalah yang harus diperhatikan ini baik menyangkut soal kartel, monopoli, jual beli kuota, dan juga soal yang terkait dengan penanaman wajib tanam bawang putih," kata anggota Dewan Pertimbangan Almisbat Saiful Bahari di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Saiful menyatakan sebelum memberikan laporan ke KPK, pihaknya juga telah melaporkan kasus suap ini serta dugaan kartel bawang putih ke Ombudsman dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurut dia, kasus impor bawang putih telah bermasalah sejak 2013.
Baca juga: KPK geledah rumah dan "money changer" anggota DPR Nyoman Dhamantra
"Selalu membuat gaduh setiap tahun, dari 2013 sampai dengan 2017 kita tahu bahwa Bareskrim Polri telah menetapkan tersangka kepada importir dan juga BUMN," kata dia.
Saiful mengharapkan KPK dapat mengusut tuntas kasus suap pengaturan kuota impor bawang putih ini. Terlebih sebelumnya, kata dia, penyidik telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, salah satunya di Kementerian Pertanian.
"Kami mendorong penuh KPK untuk mengusut tuntas, tak hanya di kalangan swasta tetapi juga di kementerian," ucap Saiful.
Lebih lanjut, Saiful dalam laporannya kepada KPK juga turut menyoroti temuan dan bukti-bukti suap dan rekayasa atas pemberian kuota impor bawang putih di balik kebijakan RIPH Kementan, yang dianggap sebagai salah satu faktor terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga bawang putih di Indonesia.
"Kami minta itu dicabut kemudian juga diatur. Bayangkan bawang putih dari China itu Rp8 ribu sampai sini Rp18 ribu, melalui kesepakatan harga bisa sampai Rp28 ribu atau Rp38 ribu. Konsumen dipaksa untuk membeli," kata dia.
Saiful juga menyatakan bahwa kasus yang menjerat Nyoman Dharmantra itu ibarat "gunung es". Oleh karena itu, pihaknya mendesak agar KPK bisa membongkar seluruhnya sampai ke tingkat direktur jenderal (dirjen) dan menteri.
"Ini ibaratnya seperti 'gunung es', yang baru ditangani KPK itu baru puncaknya saja yang terlihat. Yang tengah serta bawahnya ini belum karena itu kami memberikan data yang terkait bagaimana pola gratifikasi dan korupsi dalam importasi bawang putih ini," ujar Saiful.
KPK pada Kamis (8/8) telah mengumumkan enam tersangka dalam kasus itu. Sebagai pemberi, yaitu tiga orang dari unsur swasta masing-masing Chandry Suanda (CSU) alias Afung, Doddy Wahyudi (DDW), dan Zulfikar (ZFK).
Sedangkan sebagai penerima, yakni anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra (INY), Mirawati Basri (MBS) orang kepercayaan I Nyoman, dan Elviyanto (ELV) dari unsur swasta.
Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa permintaan "fee" dari I Nyoman dilakukan melalui Mirawati. Angka yang disepakati pada awalnya adalah Rp3,6 miliar dan komitmen "fee" Rp1.700 sampai Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor.
Adapun komitmen "fee" tersebut akan digunakan untuk mengurus perizinan kuota impor 20 ribu ton bawang putih untuk beberapa perusahaan termasuk perusahaan yang dimiliki oleh Chandry alias Afung.
Dari permintaan "fee" Rp3,6 miliar tersebut sudah terealisasi Rp2,1 miliar. Setelah menyepakati metode penyerahan, Zulfikar mentransfer Rp2,1 miliar ke Doddy. Kemudian Doddy mentransfer Rp2 miliar ke rekening kasir "money changer" milik I Nyoman.
Uang Rp2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih tersebut.
Sedangkan uang Rp100 juta masih berada di rekening Doddy yang akan digunakan untuk operasional pengurusan izin.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019