Makassar (ANTARA News) - Menteri Kesehatan (Menkes), Siti Fadilah Supari, menegaskan kembali sikapnya bahwa kerjasama dengan tim riset medis angkatan laut Amerika Serikat/AS (Naval Medical Research Unit No 2/Namru-2) tidak perlu dilanjutkan karena tidak bermanfaat untuk program kesehatan di Indonesia. "Soal keputusan dilanjutkan atau tidak saya belum tahu karena itu bukan urusan saya, tetapi saya tetap mengatakan bahwa NAMRU tidak bermanfaat untuk pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia," katanya kepada pers di Makassar, Senin. Menkes mengemukakan hal itu usai menghadiri bedah buku karangannya berjudul "Saatnya Dunia Berubah, Tangan Tuhan di balik Virus Flu Burung" yang diikuti sekitar 500 orang dosen dan mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, termasuk Rektor Unhas, Prof Dr dr Idrus A. Patturusi. Dalam acara bedah buku tersebut, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas, Dr Dedi Tikson, bertanya kepada Menkes, apakah kerjasama dengan Namru akan diperpanjang, dan bagaimana kebijakan Presiden terkait kerjasama dengan Namru tersebut. Alasannya, kata Dedi, beberapa saat setelah Menkes mengeluarkan perintah kepada staf untuk menghentikan kegiatan Namru, ada kabar bahwa Menkes dipanggil menghadap Presiden. Menkes pun mengatakan bahwa menteri adalah juga bagian dari pemerintah, sehingga keputusan apa pun yang akan diambil oleh pemerintah soal Namru, pasti akan melalui Menkes. Dalam pemaparannya ketika menjelaskan soal latarbelakang penulisan bukunya yang menggegerkan organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) itu, Menkes berulangkali menegaskan bahwa Indonesia harus bangkit dan menolak segala bentuk penjajahan gaya baru yang dilakukan oleh negara-negara maju. "Kalau kita mau melakukan negosiasi dengan negara lain, kita harus pikirkan apakah kita setara dalam perundingan itu, apakah kerjasama itu relevan bagi kepentingan bangsa Indonesia dan apa keuntungan dalam kerjasama itu," ujarnya. Menkes menambahkan, semangat yang ingin dikobarkan lewat penerbitan buku itu adalah menuntut kesetaraan dalam hubungan antarbangsa supaya tidak ada lagi eksploitasi dari bangsa yang kuat terhadap bangsa yang lemah. "Jangan ada lagi peraturan internasional yang berselubung misi-misi kemanusiaan padahal sebenarnya mengandung perampasan hak bahkan penindasan dari bangsa yang maju terhadap dunia ketiga," ujarnya menambahkan. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008