Jakarta (ANTARA News) - Pakar hukum dan kriminolog Universitas Indonesia, Prof Adrianus Meliala, PhD, menganggap kewenangan DPR terlalu besar, sehingga memungkinkan terjadinya peluang korupsi di lembaga tersebut.
"Jauhkan pendulum pembuatan kebijakan ke arah eksekutif kembali, atau pihak-pihak lain," katanya, di Jakarta, Senin, menanggapi beberapa anggota DPR ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan kasus korupsi.
Terakhir, KPK menangkap anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Demokrat, Sarjan Taher, terkait dugaan korupsi alih fungsi hutan bakau, di Banyuasin, Kabupaten Musi, Sumatera Selatan (Sumsel).
"Itu (penangkapan anggota DPR) harga yang amat mahal guna mengingatkan kepada kita semua perihal bahaya 'parliament-heavy' atau 'legislative dominance' (dominasi legislatif) saat ini," katanya kepada ANTARA.
Ia mengatakan, saat ini telah terjadi `legislative dominance` dalam kehidupan tata negara Indonesia.
Adrianus mengatakan, DPR tentu akan sulit melepas kewenangan yang besar yang dimiliki. "Oleh karena itu, diperlukan sikap kenegarawanan," tegasnya.
Jika (pelepasan kewenangan tersebut) tidak dilakukan, Adrianus Meliala memperkirakan amat mungkin penangkapan yang memalukan terhadap anggota DPR bakal terjadi lagi.
Adrianus Meliala mengharapkan, para anggota Parlemen bisa mengambil hikmah dari berbagai kejadian beruntun itu, termasuk penggeledahan oleh petugas KPK terhadap ruang-ruang mereka.
Karenanya, ia berharap semoga penangkapan-penangkapan (terhadap legislator terkait kasus suap atau korupsi) itu akan direspons oleh anggota DPR yang lain. (*)
Copyright © ANTARA 2008