Kupang (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) Stasiun El Tari mengingatkan masyarakat, untuk mewaspadai kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di delapan kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Delapan kabupaten itu adalah Alor, Kabupaten Kupang, Manggarai Timur, Ngada, Rote Ndao, Sumba Barat Daya dan Kabupaten Sumba Timur, kata Kepala Stasiun Meteorologi El Tari, Agung Sudiono Abadi kepada Antara di Kupang, Kamis.
"Berdasarkan data titik panas (hotspot) di NTT dari citra satelit MODIS Terra dan Aqua, yang bersumber dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) ada sejumlah titik panas di delapan kabupaten di NTT yang berpotensi menimbulkan kebakaran hutan dan lahan," katanya.
Wilayah-wilayah yang terpantau titik panas itu adalah wilayah Alor Barat Laut dua titik, Alor Timur dua titik, Pembantu Pantar di Kabupaten Alor.
Wilayah lain adalah Amabi Oefeto Timur dua titik, Amfoang Barat Laut, Amfoang Timur dua titik, Fatuleu Barat lima titik dan Kupang Timur di Kabupaten Kupang.
Titik panas di Elar, Kotakamba dua titik di Kabupaten Manggarai Timur, titik panas di Glolewa Kabupaten Ngada, Rote Timur dua titik, Kodi Sumba Barat Daya dua titik, Kakuluk Mesak tiga titik di Kabupaten Timor Tengah Utara.
Baca juga: BMKG catat 9 titik panas di NTT
Titik panas terbanyak terdapat di Kabupaten Sumba Timur yakni sebanyak 42 titik panas.
Titik panas tersebut tersebar di tujuh wilayah yakni Hahura, Lewa, Paberiwai, Pahungalodu, Pandwai, Rindiumalulu, dan Tabundung.
Agung Sudiono menjelaskan, titik panas (hotspot) dapat digunakan untuk identifikasi awal kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Selang kepercayaan atau confidence level menunjukkan tingkat kepercayaan bahwa, hotspot yang dipantau dari data satelit penginderaan jauh merupakan benar-benar kejadian kebakaran yang sebenarnya di lapangan.
Semakin tinggi selang kepercayaan, maka semakin tinggi pula potensi bahwa hotspot tersebut adalah benar-benar kebakaran lahan atau hutan yang terjadi, katanya.
Dia menjelaskan analisis data titik panas (hotspot) ini menggunakan data dengan tingkat kepercayaan 80 persen.
Kondisi ini dilakukan karena SiPongi sebagai sistem monitoring kebakaran hutan dan lahan lebih fokus untuk dapat mendeteksi indikasi kebakaran hutan, dan lahan di lapangan dengan tingkat kemungkinan tertinggi, katanya. *
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019