Madrid (ANTARA News) - Melonjaknya harga bahan pangan akan mengembalikan jutaan penduduk Asia kembali ke jurang kemiskinan dan dapat memicu ketegangan sosial, demikian peringatan para pemimpin regional Asia pada pertemuan tahunan Bank Pembangunan Asia (ADB) di Madrid. "Lonjakan terakhir pada harga beras akan memukul negara-negara Asia dengan keras. Yang paling terpukul adalah kelompok termiskin dari populasi, termasuk penduduk daerah pedesaan," kata Menkeu Jepang, Fukushiro Nukaga, pada Senin pagi WIB atau Minggu waktu setempat. "Hal itu akan berakibat negatif pada hidup dan nutrisi mereka. Situasi seperti itu bisa mengarah pada ketidakpercayaan dan ketegangan sosial, sehingga dibutuhkan jaring pengaman untuk menyelesaikan kebutuhan mendesak penduduk miskin," tambahnya Harga patokan beras varietas Thailand, yang menjadi acuan di Asia, berada pada 1.000 dolar AS per ton, naik tiga kali lipat dari tahun lalu. Harga daging juga naik 60 persen di Bangladesh pada tahun anggaran lalu yang berakhir Maret kemarin, naik 45 persen di Kamboja, dan 30 persen di Filipina. Kenaikan harga pangan global telah memicu terjadinya kericuhan di Mesir dan Haiti, sejumlah protes di banyak negara, serta pelarangan ekspor bahan pangan di Brasil, Vietnam, India dan Mesir. Menkeu India, Subba Rao mengatakan, kenaikan 20 persen bahan pangan akan menjerumuskan 100 juta orang ke jurang kemiskinan. "Di banyak negara, termasuk Asia, itu berarti kemunduran beberapa tahun dalam agenda pengentasan kemiskinan," katanya, seperti diberitakan AFP. Pemerintah India, yang menghadapi pemilu pada Mei 2009 telah menerapkan sejumlah kebijakan, seperti pelarangan ekspor makanan pokok seperti nasi dan miju-miju, serta memotong tarif pada beberapa produk untuk mengurangi tekanan harga. India mengalokasikan hampir 2,0 persen PDB per tahun mereka untuk subsidi pangan, pupuk dan energi untuk mengkompensasi mahalnya harga makanan. Namun, Nukaga memperingatkan, pelarangan ekspor malah akan mendongkrak harga, sementara subsidi makanan untuk membantu masyarakat miskin akan semakin membebani anggaran negara. "Pelarangan ekspor tidak hanya akan mendistorsi mekanisme pasar dalam pembentukan harga, tetapi juga memperburuk harga di pasar internasional," katanya. "Subsidi yang dimaksudkan untuk mengontrol harga makanan berpotensi menimbulkan beban luar biasa pada anggaran dan menjadi tidak berkesinambungan," katanya menambahkan. Subsidi makanan di Bangladesh, salah satu negara termiskin di Asia, diperkirakan meningkat dua kali lipat pada tahun anggaran ini menjadi sekitar 1,5 miliar dolar AS. ADB memperkirakan, satu miliar penduduk Asia akan terkena dampak kenaikan harga pangan. Pada pembukaan pertemuan, Sabtu lalu, ADB mengumumkan akan menyediakan pinjaman lunak dalam jumlah yang besar untuk membantu negara-negara di Asia mensubsidi harga makanan pokok mereka. ADB juga akan menyediakan pinjaman dua miliar dolar AS pada 2008-2009 untuk membiayai infrastruktur pertanian, seperti sistem irigasi dan jalan desa untuk meningkatkan produksi pertanian. Kenaikan penggunaan biofuel (bahan bakar nabati), pembatasan perdagangan, kenaikan permintaan dari akibat perubahan pola makan, produksi pangan yang kurang, serta kenaikan ongkos transportasi akhirnya dianggap menjadi biang keladi kenaikan harga. (*)
Copyright © ANTARA 2008