Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah berjanji akan melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pembahasan revisi Perpres 67/2004 tentang kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sehingga diperoleh perpres yang lebih ramah pada investasi.Deputi Kemeneg PPN/Bappenas Bidang Sarana dan Prasarana Dedi S Priatna, di Jakarta, akhir pekan lalu mengatakan, para pemangku kepentingan yang dimaksud seperti asosiasi investor seperti Kadin dan Apindo, perbankan, serta lembaga donor seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).Dedi menjelaskan, pelibatan pemangku kepentingan di sini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan yang dapat merangsang minat dan ketertarikan kalangan investor dalam pembangunan proyek-proyek infrastruktur serta untuk mendukung percepatan upaya revisi yang ditargetkan selesai sebelum akhir 2008."Dulu, Perpres 67 itu dibuat dengan pendampingan ADB berdasarkan `best practice` di dunia. Tetapi kenyataannya sampai hari ini tidak ada kontrak baru untuk PPP (`Public Private Partnership`) itu," ujar Dedi.Tender Dedi mengungkapkan, beberapa kelemahan Perpres 67/2004 antara lain pengaturan tender yang harus melibatkan tiga peserta tender tanpa pengecualian sehingga jika belum ada tiga peserta, maka tender tidak dapat dilakukan. Selain kelemahan itu, ungkap Dedi, pihaknya juga telah mengidentifikasi tiga faktor non-perpres yang menyebabkan implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67/2004 menemui kendala. Faktor pertama, katanya, adalah perencanaan proyek yang tidak bagus dan "bankable" atau layak dibiayai oleh perbankan. Faktor kedua, adalah keterbatasan sumber dana investor yang terlihat pada banyaknya investor yang hanya bisa memenuhi 30 persen dana langsung, sedang 70 persen dana lainnya merupakan dana perbankan. Sedangkan faktor ketiga, tambahnya, adalah kekhawatiran investor akan minimnya dukungan pemerintah, terutama untuk proyek-proyek dengan nilai pengembalian yang cukup kecil, padahal pemerintah diperbolehkan memberikan bantuan baik berupa pendanaan maupun pengadaan lahan. Lebih lanjut, Dedi mengingatkan, pemerintah pun harus memiliki satu visi dalam beberapa poin pembahasan revisi seperti pada persyaratan swasta yang mengajukan proposal proyek seperti Jembatan Selat Sunda (JSS) dan enam ruas jalan tol Jakarta. "Di Perpres ini, walau swasta menjadi pemrakarsa, tetap harus tender. Meski yang mengajukan dapat keistimewaan 10 persen saat penilaian. Tapi ada pihak lain yang menginginkan agar pada proyek yang diprakarsai swasta, tunjuk langsung saja. Jadi belum ketemu," tuturnya. Bentuk ketidaksepakatan lain, katanya, adalah masalah pengalihan saham karena dalam Perpres 67, hal itu dilarang dilakukan. "Tapi dalam revisi, muncul usulan yang memungkinkan pengalihan saham, asal ada izin menteri terkait," katanya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008