Padang (ANTARA News) - Ekonom dari Universitas Andalas, Padang, Prof Dr Elfindri, mengisyaratkan BI agar tetap mempertahankan BI rate tetap 8 persen untuk meredam inflasi yang masih tinggi, sementara di pihak lain tingkat suku bunga itu cukup kondusif mendukung pembiayaan bagi pertumbuhan UKM dan pengembangan pangan. "Inflasi saat ini tidak bisa hanya diatasi melalui kebijakan moneter saja, tetapi juga fiskal dan sektor rill," katanya di Padang, Sabtu. Namun demikian, menurut dia, inflasi yang terjadi saat ini di Indonesia, lebih akibat membubungnya harga minyak dunia, dan kondisi ini bisa dikendalikan salah satu caranya meminta pemerintah dalam jangka pendek agar mengendalikan permintaan BBM pada tingkat masyarakat. Pengendalian permintaan BBM pada tingkat masyarakat dengan mematok target grup dengan perlu diprogramkan menggunakan voucher pembelian BBM pada angkot khususnya, karena suplai terbatas. "Pemerintah harus memfokuskan untuk mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap BBM, sementara kondisi kini permintaan BBM meningkat karena kendaraan roda dua dan roda empat meningkat tajam," katanya. Seberapa banyak penggunaan BBM oleh kendaraan untuk kegiatan produktif, menurut dia, kurang dari 50 persen, sisanya lebih untuk kegiatan hura-hura. Ia merujuk contoh, pada sejumlah tempat, kendaraan roda dua banyak digunakan anak-anak muda untuk balapan, keluyuran dan hura-hura, dan tidak maksimal bagi kepentingan ekonomi. "Padahal di sini penyerapan BBM besar sekali," ungkapnya. Ia menekankan, idealnya dalam meredam inflasi ke depan, sektor riil harus turut digalakkan dan BI ke depan bisa terus menurunkan suku bunga acuannya hingga lima persen sehinga perbankan nasional bisa meningkatkan pembiayaan untuk sektor produktif, terutama pangan. "Sektor riil misalnya dalam pengembangan pangan akan makin terdongkrak untuk berproduksi lebih banyak karena tidak tergantung banyak dengan BBM," katanya. Ia mencontohkan Thailand, yang justru berhasil menggerakkan ekspor pangan dengan posisi bunga rendah, kendati harga BBM dalam negerinya ditetapkan sama dengan harga minyak internasional.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008