Mataram (ANTARA News) - Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengusulkan Sultan Muhammad Salahuddin (almarhum), tokoh pejuang kemerdekaan asal Bima, sebagai pahlawan nasional.
Untuk memperkuat usulan tersebut, MSI NTB yang didukung Badan Pembina Pahlawan Daerah (BPPD) NTB dan Pemerintah Kabupaten Bima, menggelar seminar nasional di Mataram, Sabtu.
Sultan Salahuddin adalah warga negara Indonesia yang lahir di Bima, 14 Juli 1888 dan meninggal dunia 11 Juli 1951. Semasa hidupnya telah memimpin dan melakukan perjuangan politik, menggerakkan rakyatnya untuk merebut kekuasaan dari Pemerintah Hindia Belanda, serta memerdekakan Bima selama 103 hari, sebelum kedatangan pemerintah pendudukan Jepang.
Sultan Salahuddin juga telah berjasa memajukan rakyatnya dengan mendukung organisasi-organisasi pergerakan, mendirikan sekolah-sekolah umum, sekolah agama dan memberikan beasiswa kepada rakyat Bima menggunakan uang pribadinya.
Keberanian dirinya menolak kedatangan NICA dan menyatakan berdiri di belakang RI merupakan suatu keputusan politik yang berdampak nasional sehingga Presiden Soekarno di kala itu datang ke Bima untuk menyampaikan terima kasih atas perjuangan tersebut.
Ketua MSI NTB, Hafid, di sela-sela seminar nasional itu mengatakan, Sultan Salahuddin sangat layak diangkat menjadi pahlawan nasional yang didasarkan pada sumber-sumber sejarah.
"Berbagai pihak baik di dalam maupun luar negeri menilai Sultan Salahuddin, tokoh asal Bima itu banyak berperan dalam perjuangan kemerdekaan RI, sehingga layak dijadikan pahlawan nasional," ujarnya.
Ia mengatakan, seminar nasional itu bertujuan mengungkap peran tokoh yang akan diusulkan sebagai pahlawan nasional, merupakan wahana sosialisasi nilai-nilai kepahlawanan dan menggali nilai-nilai kepahlawanan dan kejuangan yang terkandung di dalamnya.
Hasil seminar nasional itu akan melengkapi berkas usulan pahlawan nasional itu ke BPPD NTB, untuk selanjutnya diteruskan ke Badan Pembina Pahlawan Pusat (BPPP) agar memberi dukungan tekni
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008