Banjarmasin (ANTARA News) - Pengamat politik Kalimantan Selatan (Kalsel), Masyitah Umar meyakini bahwa kuota keterwakilan perempuan 30 persen di legislatif pada Pemilu 2009 nanti masih akan menjadi mimpi seperti yang terjadi pada pemilu 2004 lalu.Pernyataan perempuan yang kini juga duduk sebagai pembantu Rektor III IAIN Antasari Banjarmasin, tersebut sebagaimana disampaikan dalam acara silaturahmi legislatif perempuan se-Kalsel di Aula Abdi Persada Pemprov Kalsel, Sabtu.Menurutnya, dari data dan informasi yang dihimpun, beberapa kabupaten seperti kabupaten Tabalong yang kini mulai melakukan proses pemilihan legislatif tidak satupun wakil perempuan yang mendaftar atau masuk. Hal itu merupakan salah satu bukti, masih banyak partai politik (parpol) yang tidak serius mengikutkan dan melibatkan secara langsung peran perempuan dalam pengambilan kebijakan. Menurutnya, berbagai macam dalih dikemukakan oleh parpol untuk tidak mengikutsertakan perempuan, mulai dari terbatasnya waktu penyusunan, kualifikasi sumberdaya yang terbatas sampai menyalahkan ketidaksiapan perempuan. "Apa pun alasan yang disampaikan parpol, hanyalah alasan yang dicari-cari, sumber daya manusia terutama perempuan di Kalsel sebenarnya cukup besar, kalau parpol mau memberikan kesempatan," katanya. Yang memprihatinkan, tambahnya, kalaupun ada parpol yang memberikan kesempatan pada perempuan untuk duduk dilegislatif, mereka asal ambil caleg saja, yang penting perempuan. Hal ini menandakan partai tidak serius untuk menjalankan kuota 30 persen perempuan, kendati wacana tersebut sudah lama didengungkan. Selain itu, Masyitah juga menilai, selama ini parpol masih memperlakukan perempuan sebagai objek atau alat mobilitas massa serta tidak adanya kesempatan untuk ikut menentukan kebijakan. "Ke depan pemikiran-pemikiran tersebut di atas harus sudah dihilangkan, perempuan Kalsel harus sudah mampu percaya diri untuk tampil, memperjuangkan hak-haknya," katanya. Salah satu upaya memperjuangkan hak tersebut, di antaranya yaitu, pada pemilu 2009, jangan ada perempuan yang Golput atau tidak melakukan pencoblosan seperti yang terjadi pada pemilu 2004. "Pada pemilu 2004, sangat banyak perempuan yang memilih golput dengan alasan sibuk, malas atau terlambat," demikian Masyitah Umar.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008