Jakarta (ANTARA) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menginginkan pemerintah daerah di berbagai wilayah untuk dapat merencanakan tata kota perumahan secara lebih mendetil dalam rangka mewujudkan perencanaan perkotaan yang lebih baik.
"Pemda atau pemerintah kota harus punya perencanaan spasial yang mendetil atau terperinci," kata Direktur Pengembangan Wilayah Perkotaan, Perumahan dan Permukiman Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti, dalam lokakarya di Jakarta, Rabu.
Menurut Tri Dewi, perkembangan perkotaan di kawasan kota-kota masih belum terlalu memadai untuk menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau bagi berbagai kalangan termasuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Ia mengingatkan bahwa berdasarkan dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional, masih sekitar 60 persen masyarakat yang bertempat tinggal di rumah kurang atau tidak layak, termasuk mereka yang tinggal di perkampungan kumuh perkotaan.
Pembicara lainnya, Asisten Deputi Perumahan, Pertanahan, dan Pembiayaan Infrastruktur Kemenko Perekonomian Bastary Pandji Indra mengingatkan bahwa kebijakan pemerintah saat ini termasuk mencari lahan pemerintah yang potensial digunakan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
"Salah satunya yang paling signifikan itu adalah bagaimana akses kepada lahan dapat diperoleh masyarakat berpenghasilan rendah," kata Bastary Pandji Indra.
Sedangkan mengenai bagaimana status dari berbagai lahan itu, ujar dia, maka ke depannya akan dikaji dan diselesaikan, termasuk terkait hak pengembang.
Ia juga menekankan pentingnya melakukan urban renewal atau pembaruan perkotaan tanpa menggusur warga yang bertempat tinggal di tengah kota.
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan untuk memperluas akses masyarakat terhadap rumah layak huni dan terjangkau, maka ke depannya semua bantuan pembiayaan perumahan melalui Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
"Nantinya semua jenis bantuan pembiayaan terkait perumahan akan dilaksanakan oleh BP Tapera," kata Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (PIPUP) Kementerian PUPR Eko Djoeli Heripoerwanto.
Ia mengingatkan bahwa Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) yang terdiri dari komisioner dan deputi komisioner sudah terbentuk di bulan Maret 2019.
Untuk operasionalnya, BP Tapera saat ini tengah menyiapkan kebijakan umum dan strategis, rencana kerja dan anggaran tahunan yang akan diajukan dan mendapat persetujuan dari Komite Tapera terdiri dari Menteri PUPR selaku Ketua Komite dengan anggota terdiri dari Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja, Ketua Otoritas Jasa Keuangan dan pihak independen.
"Masa transisi untuk ASN (Aparatur Sipil Negara), karena salah satu tulang punggung Tapera adalah Bapertarum maka pelaksanaan Tapera bagi ASN diberi waktu dua tahun, sementara untuk non-ASN adalah tujuh tahun," kata Eko Heri.
Menurut dia, selain pelaksanaan Tapera, strategi lainnya terkait pembiayaan perumahan antara lain mengajak partisipasi swasta dalam penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Pemerintah juga memberikan subsidi rumah bagi MBR melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Perumahan (BP2BT).
Pada tahun 2019, anggaran FLPP sebesar Rp 7,1 triliun untuk 68.858 unit rumah, SSB sebesar Rp 3,4 triliun untuk 100.000 unit, SBUM sebesar Rp 948 miliar untuk 237.000 unit, dan BP2BT dengan anggaran Rp 453 miliar di mana sudah tersedia di DIPA 2019 sebesar Rp 10 miliar untuk 14.000 unit.
Baca juga: Menteri PPN khawatirkan konversi lahan pertanian makin meluas
Baca juga: Lahan pertanian Kota Malang berkurang 68 hektare per tahun
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019