Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IV DPR RI, Sarjan Taher, Jumat malam, ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah ditetapkan sebagai tersangka sejak 27 Februari 2008 dalam kasus dugaan korupsi alih fungsi hutan bakau (mangrove) di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Sumsel). "Untuk kepentingan penyidikan, kami lakukan penahanan," kata Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Chandra M. Hamzah.Chandra mengatakan, pasal yang disangkakan adalah pasal 11 atau pasal 12A atau pasal 12E Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Chandra tidak merinci peran Sarjan dalam kasus itu. "Kami menduga ada aliran dana dalam kasus ini," katanya. Ketika didesak pers tentang kemungkinan keterlibatan anggota DPR yang lain dan pejabat daerah Kabupaten Musi Banyuasin, Chandra menegaskan KPK sampai saat ini masih menetapkan satu tersangka dan mengembangkan kasus itu. Sementara itu, Deputi Bidang Penindakan KPK, Ade Rahardja, mengatakan bahwa enam anggota DPR telah mengembalikan uang kepada KPK. Empat di antara mereka, kata Ade, mengembalikan dana seketika setelah menerima uang. KPK masih meneliti keterkaitan uang tersebut dengan kasus yang sedang ditangani. Namun demikian, Ade dan Chandra belum bersedia merinci nilai uang yang dikembalikan tersebut. Sarjan Taher memasuki mobil tahanan bernomor polisi B 2040 BQ pada pukul 21.40 WIB. Politisi Partai Demokrat itu tidak memberikan komentar banyak kepada para wartawan. Dia hanya meminta semua pihak untuk menghormati upaya hukum yang dilakukan KPK. "Nanti saja kita bicarakan," kata pria berambut putih itu sambil memasuki mobil tahanan. Beberapa saat kemudian, mobil tahanan langsung meninggalkan gedung KPK, menuju Polres Jakarta Utara, tempat Sarjan ditahan. KPK sedang menyidik dugaan korupsi dalam alih fungsi hutan bakau di Sumatera Selatan seluas 1.200 hektare untuk dijadikan pelabuhan Tanjung Apiapi seluas 600 hektar. Alih fungsi itu telah disetujui oleh Menteri Kehutanan M.S Kaban pada 14 Agustus 2007. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008