Luhut di Jakarta, Selasa, menyebut hal itu dilakukan untuk memanfaatkan peluang di tengah momentum perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan China.
Baca juga: Pemerintah Akan Hentikan Ekspor Nikel Mentah
Baca juga: Presdir Vale: ekspor bijih nikel mentah berdampak negatif
“Seperti yang saya jelaskan, dalam keadaan ‘trade war’ (perang dagang) seperti sekarang, kita perlu tarik investor sebanyak mungkin,” katanya.
Meski demikian, Luhut masih enggan menjelaskan secara rinci mengenai dimajukannya larangan ekspor bijih nikel yang seharusnya baru akan mulai dilakukan pada 2022.
“Nanti kita lihat saja keputusan Presiden dalam beberapa waktu ke depan,” katanya.
Luhut menjelaskan selama ini Indonesia tidak mendapatkan nilai tambah atas pengelolaan sumber daya alam karena investor yang datang hanya menggali sumber daya alam, kemudian mengekspornya.
Namun, ia menegaskan hal itu tidak bisa lagi terjadi. Indonesia, disebutnya harus mendapatkan nilai tambah atas pengelolaan sumber daya alam.
“Bijih nikel ini 36 dolar AS, kemudian ferro nikel sampai jadi metal itu bisa 100 kali lipat (nilainya). Ini akan jadi bahan ‘stainless steel’. Dan 2021 kita akan jadi produsen ‘stainless steel’ terbesar di Indonesia. Dampaknya terhadap ‘current account deficit’ kita akan sangat luar biasa,” katanya.
Kementerian ESDM akan melarang sepenuhnya ekspor bijih mineral mulai 2022. Hal itu dilakukan untuk mendorong hilirisasi mineral dalam negeri.
Larangan ekspor mineral mentah juga telah diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, di mana dalam Pasal 103 ayat (1) UU Minerba, pengolahan dan pemurnian hasil tambang wajib dilakukan di dalam negeri. Namun, ekspor ore atau bijih masih dibolehkan hingga 2021.
Baca juga: Ekspor 48.320 Ton Bijih Nikel ke Yunani
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019