Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pertanian berupaya mengamankan produksi jagung dari ancaman serangan organisme pengganggu tumbuhan, salah satunya hama ulat grayak pada jagung yang sudah mewabah di beberapa negara.

Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Jatisari Kementan, Enie Tauruslina Amrullah mengatakan Kementan beberapa kali sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang serangan hama tersebut.

Baca juga: Peneliti IPB sebut hama jagung asal Brasil telah masuk ke Indonesia

Baca juga: Perangi hama jagung, Zambia kerahkan militernya

"Hama ini dapat menyebabkan kehilangan hasil pada produksi jagung sebesar 40 persen di Honduras dan 72 persen di Argentina. Kita upayakan betul jangan sampai terjadi seperti itu di Indonesia," kata Enie melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa.

Enie menjelaskan bahwa ulat grayak yang bernama latin Spodoptera frugiperda atau "fall army worm" merupakan hama invasif penting yang menyerang tanaman jagung pada beberapa negara di dunia.

Hama ini sudah menyebar ke negara-negara lain seperti Afrika, India, Thailand, China, dan Myanmar. Dalam satu malam, S. frugiperda mampu terbang sejauh ratusan kilometer dengan bantuan angin, sementara di negara asalnya, Amerika, S. frugiperda dapat berpindah sejauh 1.700 km dari Texas ke Florida pada musim semi hingga musim gugur.

Enie menyebutkan hasil pemantauan yang dilakukan BBPOPT pada periode April-Juli 2019, ulat grayak telah ditemukan di 12 provinsi yang ada di Indonesia seperti Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Gorontalo.

Selain 12 provinsi yang telah dimonitoring oleh BBPOPT, serangan ulat grayak juga telah dilaporkan terjadi di beberapa provinsi lainnya di antaranya Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Jawa Timur.

Baca juga: FAO Indonesia ingatkan Kalbar waspada serangan Ulat Grayak Jagung

Pada serangan awal, kata Enie, ulat memakan lapisan epidermis daun. Pada serangan lanjutan, larva memakan daun-daun hingga ke pucuk tanaman serta terlihat lubang-lubang pada daun jagung. Selanjutnya pada tingkat serangan yang tinggi, kita dapat menemukan kotoran dari larva pada tanaman jagung seperti serbuk gergaji.

"Selain menyerang daun, ulat grayak juga dapat menyerang tongkol jagung. Sedangkan hasil pemantauan di lapangan, serangan ulat lebih banyak ditemukan pada tanaman jagung yang masih muda dibandingkan dengan tanaman jagung yang sudah memasuki fase generatif," katanya.

Seperti halnya di Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang Banten, BBPOPT Kementan melakukan pengamatan dan menemukan serangan S. frugiperda pada padi umur 10-70 HST. Varietas yang ditanam petani saat itu Bisi 18 dan Suma di areal seluas 25 ha. Intensitas serangan ditemukan sekitar 25,92 persen.

Enie menyebutkan pada tingkat serangan tinggi, petani harus melakukan pengendalian kimiawi dengan insektisida, namun digunakan secara bijaksana dan hindari penggunaan berspektrum luas. Aplikasi insektisida ini diberikan di pucuk tanaman jagung karena larva S. frugiperda umumnya ditemukan di sekitar pucuk tanaman jagung.

"Kalau untuk wilayah di Kecamatan Jawilan tersebut dilakukan pengendalian dengan racun bahan aktif BPMC. Bahan racun diberikan dari Provinsi Banten. Jadi, kami juga koordinasi aktif dengan pemerintah daerah," kata Enie.

Baca juga: Serangan ulat grayak jagung belum terjadi di Kalbar, sebut Distan

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019