Jakarta (ANTARA News) - Produsen baja asal India, Tata Steel, menyatakan minatnya untuk ikut dalam program privatisasi PT Krakatau Steel yang rencananya akan dilakukan melalui kemitraan strategis.
"Tata juga menyatakan keinginannya untuk mengetahui lebih detail tentang privatisasi KS tersebut," ujar Ditjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Depperin Anshari Bukhari, di Jakarta, Jumat.
Dengan demikian sudah tiga produsen baja dunia yang berminat ikut dalam program privatisasi BUMN baja di Indonesia tersebut.
Sebelumnya produsen baja asal India, Archellor Mittal, dan produsen baja asal Australia, Bluescope, mengungkapkan hal yang sama secara tertulis kepada Menperin Fahmi Idris.
Menurut Anshari, minat Tata tersebut terungkap dalam surat kepada Menteri Perindustrian (Menperin), Fahmi Idris, yang ditandatangani Chief Executive South Last Asia Project Tata Steel, Indronil Sengupta, tertanggal 29 Maret 2008.
"Rencananya pada 5 atau 6 Mei 2008 perwakilan Tata Steel akan diterima Menperin Fahmi Idris," ujarnya.
Selain Mittal, Bluescope, dan Tata, lanjut Anshari, secara lisan pabrik baja asal India lainnya yang sudah berinvestasi di Indonesia yaitu Essar juga berminat ikut dalam privatisasi KS.
"Saya lihat banyak sekali (produsen baja dunia) berminat ikut program privatisasi KS, karena potensi pasar Indonesia sangat besar. Selain itu, sejak awal kami memang membuka penawaran ke semua pihak," ujarnya.
Tata, lanjut Anshari merupakan produsen baja ke-6 terbesar di dunia dengan kapasitas produksi mencapai sekitar 28 juta ton per tahun. Tata memiliki pabrik di 24 negara.
Ia berharap dengan banyaknya produsen baja dunia yang berminat ikut dalam program privatisasi KS, maka harga penawaran saham BUMN tersebut semakin besar.
"Aset KS itu mencapai sekitar Rp11triliun atau sekitar 1,2 miliar dolar AS Jadi setidaknya, bila saham KS yang akan diprivatisasi sekitar 40 persen, maka nilai privatisasinya mencapai sekitar 500 juta dolar AS," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah akan melakukan penilaian mana produsen yang menawarkan keuntungan yang besar bagi negara maupun KS sendiri.
"Terutama mereka yang bisa memberi kepastian lebih cepat, menawarkan teknologi, kesiapan keuangan, dan lain-lain," ujarnya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008