Pekanbaru (ANTARA) - Sejumlah gajah sumatera jinak yang dibina oleh tim Flying Squad di Taman Nasional Tesso Nilo sempat menderita stres akibat kebakaran hutan dan lahan yang melanda kawasan konservasi di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau itu.

“Perubahan perilaku gajah jadi agak stres karena dengar suara api, ketika makan mereka jadi tidak nyaman,” kata Ketua Tim Flying Squad, Erwin Daulay, kepada ANTARA di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Selasa.

TNTN adalah kawasan konservasi, yang salah satunya berfungsi sebagai habitat asli satwa endemik gajah sumatera (elephas maximus sumatranus). Awalnya, luas TN Tesso Nilo adalah 38.576 hektare (ha) berdasarkan surat keputusan menhut No.255/Menhut-II/2004. Kemudian kawasan konservasi itu diperluas menjadi 83.068 ha dengan memasukkan areal hutan produksi terbatas yang berada di sisinya, berdasarkan SK No.663/Menhut-II/2009. Namun, kerusakan yang terjadi di kawasan itu akibat perambahan sudah sangat masif yang mengubah bentang alam hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Erwin mengatakan kebakaran besar yang menimbulkan asap pekat mulai mendekati kamp Flying Squad di Desa Lubuk Kembang Bunga sejak tanggal 1 Agustus, berawal dari daerah bernama Sungai Tapah. Akhirnya diputuskan agar satwa bongsor itu harus direlokasi dari tempat penggembalaan. Ada delapan gajah jinak yang dipindahkan, tiga di antaranya masih anak.

“Api makin besar mendekati kamp pada hari Jumat tanggal 9 Agustus, sehari sebelum Lebaran Idul Adha. Akhirnya gajah dipindahkan sekitar 500 meter dari kamp, masuk ke dalam hutan karena asap terbawa angin hingga ke kamp,” katanya.

Wakil Kepala Polres Pelalawan, Kompol Rezi Darmawan, mengatakan kondisi kebakaran di lokasi Lubuk Kembang Bunga yang dekat dengan kamp Flying Squad sudah bisa dikendalikan. Upaya pemadaman dilakukan tim gabungan yang terdiri dari puluhan personel dari jajaran Polres Pelalawan, Koramil Pangkalan Kuras, Pemadam Kebakaran Kecamatan Ukui, Brigade Penanggulangan Kebakaran Balai TNTN, dan WWF Program Riau, serta perusahaan.

“Di Lubuk Kembang Bunga sudah tinggal pendinginan, api sudah bisa dikendalikan karena karakter lahan adalah tanah mineral. Masih ada titik api di lokasi Desa Kusuma,” katanya.

Sejumlah petugas Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan Masyarakat Peduli Api binaan WWF berusaha memadamkan kebakaran di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Provinsi Riau, Selasa (13/8/2019). Kawasan konservasi TNTN pada tahun ini terbakar cukup luas akibat cuaca panas dan aktivitas perambahan. (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Sebelumnya, Kepala Balai TNTN, Halasan Tulus, menyatakan kebakaran di kawasan konservasi di Provinsi Riau itu terjadi secara sporadis, terutama di area perluasan yang ada aktivitas manusia.

"Kebakaran sporadis artinya begini, minggu ini terbakar di sini dan sudah kami padamkan, muncul lagi di sebelah sana dan itu di area perluasan taman nasional eks konsesi HPH (hak pengusahaan hutan) yang memang sudah lama ada aktivitas manusia," kata Halasan Tulus ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Senin (12/8).

Kondisi TN Tesso Nilo diakui Halasan memang sangat kering karena kemarau, namun kebakaran terjadi sangat kecil kemungkinan terjadi secara alami. Area yang terbakar banyak terjadi di lokasi yang diokupasi oleh masyarakat, seperti di daerah Toro.

"Kebakaran secara alami kecil kemungkinannya. Dugaannya karena puntung rokok maupun karena pembersihan lahan bisa saja," ujarnya.

Baca juga: Menteri LHK : Karhutla bergerak ke zona inti TNTN

Baca juga: Menteri LHK soroti kebakaran hutan di Taman Nasional Tesso Nilo

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019