Brisbane (ANTARA News) - Pengacara senior Australia, Colin McDonald, mengatakan pihaknya berupaya memperjuangkan tuntutan ganti rugi nakhoda kapal ikan Indonesia "Kembar Jaya" bernama La Bara kepada Pemerintah Federal, karena ia merasa ditangkap kapal patroli Australia di dalam wilayah Indonesia. "La Bara sudah memberikan kuasa hukum kepada saya dan dia mengatakan ditangkap di perairan Indonesia dan dibawa ke Darwin bersama (empat) awak kapalnya, sedangkan kapalnya sudah dihancurkan di laut," katanya dalam wawancara per telepon dengan ANTARA dari Brisbane, Kamis. Pengacara yang berkantor di Darwin, ibukota negara bagian Northern Territory (NT), itu mengatakan pihak pengadilan sudah meminta Pemerintah Federal untuk memelihara dan menyerahkan perangkat "Global Positioning System" (GPS) kapal "Kembar Jaya" sebagai barang bukti hukum ke Pengadilan Federal. "Kami akan memperjuangkan tuntutan pembayaran kompensasi bagi La Bara di pengadilan," katanya. Bersama seorang saksi ahli, pihaknya akan membaca data GPS guna membuktikan apakah klaim La Bara bahwa dia masih berada di perairan Indonesia saat ditangkap benar atau tidak, katanya. Jika rekaman data GPS menunjukkan koordinat posisi kapalnya yang mendukung klaimnya, pihaknya akan melanjutkan penuntutan ganti rugi bagi La Bara, katanya. Colin McDonald enggan menyebutkan total nilai kompensasi kerugian bagi nelayan asal Pulau Buton, Sulawesi Selatan, itu, namun di antara elemen yang masuk dalam kompensasi itu adalah kerugian atas kehilangan pendapatan, mata pencaharian, kapal, dan waktu akibat penangkapan tersebut, katanya. Sebelumnya, Konsulat RI Darwin, Harbangan Napitupulu, yang dihubungi secara terpisah menjelaskan bahwa perahu sirip hiu asal Pulau Buton, Sulawesi Selatan, yang dilengkapi perangkat GPS itu ditangkap pada 25 Maret 2008, namun nakhodanya merasa masih berada di dalam perairan Indonesia. "La Bara sudah dipulangkan pihak Australia ke Indonesia via Kupang, Selasa (29/4). Sebelumnya, keempat anak buahnya pun sudah dipulangkan," katanya. Napitupulu mengatakan pihaknya sempat mengupayakan agar dia mendapat izin otoritas Australia untuk tetap berada di Darwin guna memperjuangkan keyakinan dan haknya secara hukum, namun pihak pengadilan tak setuju kalau dia berada di pusat penahanan lebih lama. Sesaat sebelum pulang, La Bara telah memberi kuasa hukum untuk melakukan penuntutan kompensasi kepada pemerintah Australia kepada biro bantuan hukum yang bekerja sama dengan Colin Mcdonald, pengacara senior Australia yang selama ini menaruh perhatian besar pada Indonesia dan nasib nelayan Indonesia, katanya. Mengenai nasib perahunya, Napitupulu menjelaskan seperti biasa, semua kapal nelayan Indonesia yang terbuat dari bahan kayu langsung dibakar di perairan tempat mereka ditangkap setelah nakhoda dan para ABK dinaikkan ke kapal patroli Australia. "Perahu yang dinakhodai La Bara ini pun dibakar `on the spot` (di tempat kejadian perkara)," katanya. Pembakaran terhadap perahu-perahu nelayan Indonesia yang berbahan kayu dilakukan otoritas Australia, katanya, atas pertimbangan kepentingan "karantina", namun perangkat GPS perahu "Kembar Jaya" masih berada di tangan pihak terkait di Australia, katanya. Pengamanan perairan utara Australia dari kegiatan penangkapan ikan secara ilegal terus dilakukan oleh kapal-kapal patroli negara tetangga Indonesia di selatan itu. Dari 24 hingga 26 April 2008, sudah ada 14 perahu dan kapal nelayan Indonesia yang ditangkap. Jumlah awak kapal dan nakhoda asal Indonesia yang kini mendekam di pusat penahanan (detention centre) Darwin tercatat 264 orang, kata Napitupulu. (*)
Copyright © ANTARA 2008