Kupang (ANTARA News) - Para pemberontak Timor Leste yang menyerahkan diri kepada pihak berwajib di Dili pada Selasa (29/4) harus diproses secara hukum melalui sebuah pengadilan yang jujur, terbuka dan adil untuk mengungkap misteri dibalik upaya pembunuhan terhadap Presiden Ramos Horta pada 11 Februari lalu.
"Mereka tetap harus diadili dan dihukum bila pengadilan menyatakan mereka bersalah. Jika tidak dilakukan demikian maka tidak ada sistem yang bisa menjamin perdamaian di negara baru itu," kata pemerhati masalah Timor Leste, Florencio Mario Vieira di Kupang, Kamis, ketika diminta pandangannya seputar penyerahan diri para pemberontak Timor Leste itu.
Seperti dilaporkan Kantor Berita Reuters, pimpinan kelompok pemberontak Timor Leste, Gastao Salsinha bersama 12 anak buahnya yang dituduh berusaha membunuh Presiden Jose Ramos Horta pada 11 Februari 2008, menyerah kepada Deputy Perdana Menteri, Jose Luis Guterres dalam suatu pertemuan tertutup di pemerintahan Kota Dili.
Guterres melukiskan kisah penyerahan kelompok pemberontak itu telah menimbulkan harapan-harapan bahwa negara termuda di Asia itu sekarang mungkin dapat menemukan stabilitas sejak merdeka tahun 2002.
Gastao Salsinha yang mengambil alih komando pemberontak setelah pemimpin mereka, Alfredo Reinado Alves tewas dalam serangan terhadap Presiden Jose Ramos Horta di Dili pada 11 Februari, telah berunding dengan pihak berwajib dari sebuah rumah di Distrik Ermera, 75 km dari ibukota Dili.
Penyerahan diri Gastao Salsihna bersama 12 anak buahnya serta senjata, granat dan peralatan militer lainnya disaksikan langsung oleh Presiden Timor Leste, Ramos Horta, Ketua Parlemen Fernando de Araujo dan Ketua Misi PBB di Timor Leste, Atul Khare.
Militer di negara baru itu terbagi dua berdasarkan atas asal daerah pada 2006 ketika 600 tentara dipecat, yang menimbulkan aksi kekerasan antarkelompok yang menewaskan 37 orang dan menyebabkan sekitar 150.000 orang mengungsi serta puluhan rumah penduduk hangus terbakar.
Fretilin tolak
Mario Vieira mengatakan, Fretilin (Frente Revolucionario Timor Leste Independente) yang merupakan partai politik terbesar di wilayah bekas koloni Portugis dan bekas provinsi ke-27 Indonesia itu, menolak dengan tegas acara penerimaan para pemberontak bagai pahlawan yang baru menang dari sebuah medan pertempuran.
Bagi Fretilin, tambahnya, tempat para pemberontak adalah penjara Bekora di Dili sambil menunggu proses peradilan, karena pemberontak adalah tetap pemberontak.
"Ini sebuah hal yang buruk bagi Timor Leste. Jika masalah tersebut tidak dibawa ke pengadilan maka persoalan yang sama akan kembali terjadi, karena tidak ada efek jera terhadap kelompok atau perorangan yang melanggar konstitusi atau hukum," ujarnya.
Menurut dia, tindakan hukum melalui pengadilan yang jujur, terbuka dan adil tetap harus diterapkan untuk menemukan kebenaran sekaligus dapat mengungkap siapa yang menjadi sutradara dibalik kerusuhan 2006 yang mengakibatkan puluhan orang tewas, puluhan rumah dibakar dan 100 ribu lebih orang mengungsi sampai saat ini, termasuk upaya pembunuhan terhadap Presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta.
"Tewasnya pimpinan pemberontak Timor Leste Alfredo Reinado Alves yang diduga banyak orang sebagai taktik untuk menghilangkan jejak, tentu bukan informasi yang sulit didapat. Karena itu, proses pengadilan merupakan pilihan yang paling baik dan elegan," ujarnya.
Menurut dia, harapan akan stabilitas di Timor Leste seperti yang diisyaratkan Deputy Perdana Menteri, Jose Luis Guterres, sulit akan terwujud jika para sutradara dibalik kerusuhan (politisi di Timor Leste dan skenario asing) tidak bisa teridentifikasi.
"Jika para pemberontak itu tidak diproses melalui hukum maka perdamaian di Timor Leste sulit untuk dicapai seperti air yang tenang di atasnya namun arus di bawahnya cukup keras," ujarnya.
Ia menambahkan, kemiskinan dan pengangguran juga merupakan masalah sosial yang membuat perdamaian dan ketenteraman menjadi sebuah tantangan tersendiri.
"Mereka tetap harus diadili dan dihukum bila pengadilan menyatakan mereka bersalah...Kalau tidak maka tidak ada sistem yang dapat menjamin perdamaian di negara itu," katanya menambahkan.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008