Kalau mau serius, ya berlakukan moratorium kendaraan dan mobil tua juga harus dibatasi di Jakarta
Jakarta (ANTARA) - Kalangan sopir angkutan jalan pelat hitam menilai kebijakan ganjil genap (gage) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak akan efektif karena mudah disiasati pengendara.
"Biasanya saya 'kucing-kucingan' sama polisi atau petugas Dishub di area ganjil-genap pada jam sibuk," kata sopir angkutan jalan pelat hitam, Dedi Undi (47), di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Selasa pagi.
Baca juga: Warga Jaksel keluhkan perluasan ganjil-genap di Fatmawati
Pemberlakukan rekayasa lalu lintas ganjil-genap yang berlaku di lintasan Tol Jakarta-Cikampek, disiasati Dedi dengan mengambil jalur alternatif Jalan Kalimalang-Cawang dengan ongkos Rp22.000 per penumpang.
"Kalau sudah sampai di kawasan Otista jalur Cawang-Tanjung Priok pada jam operasional ganjil-genap, saya biasanya lihat situasi dulu. Kalau ada petugas, ya saya parkir dulu di tempat aman," katanya.
Sopir angkutan jalan pelat hitam lainnya, Sudiman (65), memiliki pengalaman ditilang petugas di lintasan ganjil-genap.
Baca juga: Perluasan ganjil genap di Jakarta, begini tanggapan Gojek dan Grab
Sudiman menyebut, tidak semua petugas lalu lintas di Jakarta saat ini mau disuap uang oleh oknum pengendara.
"Petugas yang galak itu biasanya di daerah perbatasan dengan DKI Jakarta. Kalau di kawasan Pramuka, Cempaka Putih, Menteng, petugasnya tidak terlalu galak. Yang galak itu di kawasan perbatasan DKI," katanya.
Beda halnya dengan Monang (43). Sopir angkutan jalan pelat hitam itu menyimpan dua pelat nomor di dalam kendaraannya, masing-masing bernomor akhir ganjil dan genap.
"Plat nomor yang saya pakai hari ini ganjil. Sebenarnya ini plat nomor kendaraan adik saya, karena hari ini kebetulan tanggal ganjil. Besok saya pakai plat yang asli (genap)," katanya.
Baca juga: Polemik perluasan aturan ganjil genap
"Sebab yang sudah-sudah saja gagal. Buktinya jalanan masih macet. Kalau mau serius, ya berlakukan moratorium kendaraan dan mobil tua juga harus dibatasi di Jakarta," kata Monang.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019