Sidoarjo (ANTARA News) - Kendati diprotes Komnas HAM, Lapindo Brantas benar-benar menghentikan bantuan makanan bagi pengungsi korban luapan lumpur yang tergabung dalam Paguyuban Warga Renokenongo Menolak Kontrak (Pagar Rekontrak) yang masih bertahan di Pasar Baru Porong (PBP) Sidoarjo, terhitung per 1 Mei.Vice President Relations Lapindo, Yuniwati Teryana dalam rilisnya, Rabu mengatakan keputusan menghentikan jatah makan itu sudah dipertimbangkan secara seksama, setelah melalui proses panjang negosiasi dan pertemuan dengan wakil pengungsi PBP."Pertemuan dengan perwakilan 602 KK yang bertahan di sana (PBP) untuk membahas penghentian bantuan makan. Namun, kemudian keputusan yang sudah disepakati dimentahkan sendiri. Kami berharap pengungsi segera mengikuti ketentuan Perpres No 14 Tahun 2007," katanya.Menurut dia, sebenarnya Lapindo tidak akan menghentikan bantuan makan begitu saja, bila pihaknya tidak menyediakan paket lain yakni uang kontrak rumah, biaya evakuasi dan jatah hidup untuk pengungsi, setelah mereka memproses jual beli uang muka 20 persen dan 80 persen. Berkaitan dengan itu, diharapkan warga yang belum mendapat uang kontrak untuk segera mendaftar. PT MLJ akan mengundang warga untuk menyelesaikan masalah pengungsi, ini sesuai Perpres No 14 tahun 2007. Terkait tuntutan relokasi oleh Pagar Rekontrak, Yuniwati mengatakan Lapindo tidak bisa memenuhi, selain di lahan yang difasilitasi PT Minarak Lapindo Jaya. "Minarak hanya memfasilitasinya dan solusi bagi warga. Selain itu, Minarak juga membantu warga yang memang memilih resettlement daripada pembayaran tunai sebagai pelunasan 80 persen. Dan opsi resettlement itu amanah dari Presiden dan Tim Pengawas Lumpur DPR RI," katanya. Secara terpisah, anggota Komnas HAM Nur Kholis, Rabu mendatangi pengungsi di PBP untuk pemantauan terkait masalah lumpur, termasuk penghentian jatah makan untuk pengungsi di PBP. "Pemerintah harus bertanggung jawab atas jatah makan pengungsi dengan cara mendesak Lapindo agar tidak menghentikan jatah untuk pengungsian," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008