Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza Azzahra menyatakan, pemerintah perlu untuk kembali mengintensifkan proses merger atau penggabungan berbagai perguruan tinggi swasta (PTS) untuk meningkatkan standar mutu pendidikan nasional.
"Kebijakan penggabungan beberapa universitas yang berada di yayasan yang sama serta mencabut izin operasional universitas yang dianggap tidak memenuhi standar merupakan hal positif untuk mencapai efisiensi manajemen pendidikan di jenjang perguruan tinggi," kata Nadia Fairuza Azzahra dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Menurut dia, universitas yang digabung ini dapat fokus meningkatkan kualitasnya daripada fokus meningkatkan kuantitas sarana prasana serta sumber daya manusia (SDM).
Kemudian, lanjutnya, penggabungan ini juga berimbas pada hematnya anggaran pendidikan. Diharapkan, dengan adanya penggabungan ini kualitas universitas dapat meningkat dengan signifikan.
"Selain itu, universitas yang perizinannya dicabut dapat menghindarkan calon mahasiswa dari institusi pendidikan yang abal-abal," ucapnya.
Ia berpendapat bahwa permasalahan yang muncul dari menjamurnya perguruan tinggi di Indonesia merupakan buah dari peraturan Permenristekdikti nomor 51 tahun 2018.
Dalam peraturan tersebut, pemerintah memberikan kelonggaran bagi pihak swasta untuk mendirikan universitas, akan tetapi, di sisi lain pemerintah berusaha untuk mengurangi jumlah PTS di Indonesia.
"Peraturan yang kontradiktif ini harus segera direvisi ulang. Sudah seharusnya pemerintah melakukan seleksi ketat pada yayasan yang ingin membuka universitas mengingat jumlah universitas yang sudah sangat banyak di Indonesia," ujarnya.
Nadia menambahkan, hal ini merupakan pekerjaan rumah besar bagi pemerintah mengingat bahwa banyaknya universitas yang didirikan tidak serta merta diiringi dengan meningkatnya kualitas jenjang pendidikan tinggi di Indonesia, sehingga seleksi ketat dan sistematis mutlak demi mencapai kualitas pendidikan yang diinginkan.
Hal penting untuk diingat karena dinilai jumlah PTS di Indonesia sudah mencapai angka yang terlalu banyak, serta beberapa di antara mereka bahkan tidak memenuhi standar pendidikan yang ada, sehingga menghambat upaya pemerintah yang pada awalnya bermaksud untuk meningkatkan angka partisipasi jenjang perguruan tinggi.
Sebelumnya, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah III memperkirakan jumlah perguruan tinggi swasta (PTS) di Jakarta berkurang sebanyak 25 pada 2019 karena tiga alasan, yakni pindah lokasi, merger atau akuisisi dengan perguruan tinggi lain, dan tidak aktif.
"Saat ini kami melayani 316 perguruan tinggi swasta di wilayah Jakarta ditambah lima perguruan tinggi negeri dalam berbagai bentuk yang mayoritas merupakan universitas, sekolah tinggi dan akademi," kata Kepala LLDIKTI Wilayah III Dr. Illah Sailah pada pertemuan dengan sejumlah wartawan di Jakarta, Senin (8/7).
Dia mengatakan jumlah tersebut berkurang dari tahun sebelumnya 325 perguruan tinggi swasta (PTS).
Menurut Illah, dari 25 PTS yang diperkirakan tidak akan lagi berada di bawah LLDIKTI Wilayah III, sepuluh di antaranya disebabkan tidak aktif, tujuh PTS pindah lokasi, tujuh PTS bergabung dengan PTS lain, dan satu PTS mendapatkan sanksi berat.
Illah menambahkan bahwa jika perkiraan pengurangan PTS tersebut terealisasi, maka jumlah PTS di Jakarta menjadi 292 PTS.
Baca juga: Merger PTS agar efisien kata Menristekdikti
Baca juga: APTISI : penutupan PTS seharusnya tidak terjadi
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019