Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah cq Departemen Perindustrian (Depperin) menjamin mutu tabung dan kompor gas untuk pengadaan program konversi minyak tanah ke LPG (Liquefied petroleum gas) karena sudah dilakukan pengawasan mutu secara berlapis. "Dengan adanya pengawasan berlapis, masalah mutu (tabung dan kompor gas) bisa dijamin," kata Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka (ILMTA) Depperin Anshari Bukhari, di Jakarta, Rabu. Ia menjelaskan selama ini ada ketentuan bahwa industri dalam negeri yang mendapatkan penugasan dari Pertamina untuk memproduksi tabung dan kompor gas, serta perlengkapan lainnya, seperti selang dan katup, harus mendapatkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) Standar Nasional Indonesia (SNI) yang akan dicantumkan dalam produknya. Untuk mendapatkan SPPT SNI, produk yang dihasilkan kalangan industri harus diuji di laboratorium lembaga sertifikasi produk (LS-Pro) yang sudah ditentukan Menperin, antara lain Pusat Standarisasi (Pustan), dan LIPI. Setelah itu LS-Pro tersebut melakukan penilaian sistem mutu yang ada di perusahaan untuk menjamin sampai seberapa jauh perusahaan bisa konsisten menghasilkan produk yang bermutu sesuai SNI. "Bahkan Pertamina sendiri melakukan pengawasan ketika barang tersebut sampai di Plumpang (gudang pertamina). Produk tersebut diperiksa, dan kalau ada yang rusak, satu truk barang yang ada di situ dikembalikan," kata Anshari. Pengawasan lainnya, kata dia, konsultan memeriksa mutu kompor dan tabung gas yang akan dibagikan ke masyarakat. "Masyarakat pun bisa langsung mengembalikan kompor dan tabung gas yang rusak ke koordinator lapangan untuk minta penggantian," ujarnya. Depperin sendiri, lanjut Anshari akan menugaskan Petugas Pengawas Standar Barang (PPSB) untuk mengawasi produksi kompor dan tabung gas di masing-masing pabrik. "Jadi harusnya masalah kualitas kompor dan tabung gas konversi tidak bermasalah," ujarnya. Anshari melihat kerusakan barang sering terjadi ketika produk tersebut didistribusi. Ia mengatakan dalam proses pembagian dan pengisian tabung, seringkali tabung ditabung ditumpuk di truk seperti menumpuk kelapa hijau, sehingga menimbulkan kerusakan.Lebih jauh ia membantah bahwa kasus kebakaran di Semarang terjadi akibat mutu kompor dan tabung konversi, karena setelah ditinjau ke lapangan, kebakaran terjadi akibat kelalaian pengguna. Kompor gas yang sedang menyala, kata dia, menyambar bensin yang diletakkan berdekatan dengan kompor gas oleh pemilik rumah. "Istrinya mengakui dengan penggunaan kompor gas, dia bisa mengirit biaya energi," katanya. Anshari menceritakan bila biasanya ibu tersebut menggunakan dua liter minyak tanah per hari, sehingga dalam seminggu mengeluarkan uang sekitar Rp35 ribu, maka dengan menggunakan kompor gas dengan tabung tiga kilogram, ia hanya mengeluarkan uang Rp13.500 per minggu. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008