"Dalam catatan kami, ada beberapa kejadian calon anggota paskibraka yang meninggal dunia di beberapa daerah. Penyebabnya beragam. Ada yang kelelahan, kecelakaan, mengalami kekerasan hingga faktor kesehatan," kata Susanto dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.
Susanto mengatakan hampir setiap tahun terjadi kematian calon anggota paskibraka. Hal itu harus menjadi bahan evaluasi total, terutama oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Komisioner KPAI Ai Maryati Solihah berharap peristiwa di Tangerang Selatan menjadi yang terakhir agar anak-anak Indonesia bisa berpartisipasi lebih baik lagi dalam menjadi anggota paskibraka di berbagai tingkatan.
"KPAI menyambut baik pelaksanaan paskibraka karena merupakan wadah partisipasi bagi anak. Apalagi, menjadi paskibraka adalah impian hampir semua anak-anak paskibra," tuturnya.
Ai mengatakan jangan ada militerisme dalam pelatihan paskibraka di tingkat apa pun, apalagi yang mengarah kepada kekerasan. Pengawasan terhadap pelatihan paskibraka harus tetap diperhatikan.
"Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Kegiatan Paskibraka harus berlaku di seluruh Indonesia diikuti dengan prosedur standar operasional pelatihan paskibraka," katanya.
Karena itu, KPAI akan menemui Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi untuk membicarakan hal tersebut. Penyusunan prosedur standar operasional harus menjadi agenda strategis untuk membangun partisipasi anak.
Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan kejadian di Tangerang Selatan harus menjadi perhatian Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk memasukkan misi perlindungan anak dalam pelatihan paskibraka.
"Apalagi, anggota paskibraka semua kan anak-anak karena berusia di bawah 18 tahun," ujarnya.
Kak Seto, panggilan akrabnya, mengatakan militerisme untuk membangun kedisiplinan kepada anak tidak bisa dibenarkan. Kedisiplinan anak seharusnya dibangun dengan cara-cara yang gembira dan tanpa kekerasan.
Sebelumnya, salah seorang calon anggota Paskibraka Tingkat Kota Tangerang Selatan 2019 meninggal saat masih masa pelatihan. KPAI sudah menemui orang tua yang bersangkutan. Meskipun terlihat belum bisa menerima kematian anaknya, kedua orang tua tersebut tidak mau menuntut atau melanjutkan kejadian tersebut ke ranah hukum tetapi siap bila dimintai keterangan oleh polisi.
Menurut penuturan orang tua, selama mengikuti pelatihan paskibraka anaknya harus berlari dengan membawa tas berisi tiga kilogram pasir dan tiga liter air minum, makan jeruk beserta kulitnya, push-up dengan tangan mengepal, menulis buku harian setiap hari yang dirobek oleh seniornya, dan berenang setelah seharian berlatih.
Baca juga: KPAI puji polisi yang selidiki calon paskibraka meninggal
Baca juga: Wali Kota Tangsel diminta bertanggung jawab kematian calon Paskibraka
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019