Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi, Tony A Prasetyantono mengatakan, kenaikan sebesar 28,7 persen untuk harga BBM dinilai berlebihan dan dapat mengakibatkan kepanikan di masyarakat. Ia mengatakan, setuju dengan kajian pemerintah untuk meningkatkan harga BBM, karena hal itu selain mengurangi subsidi, juga diharapkan akan membuat koreksi terhadap permintaan BBM, sehingga subsidi yang diberikan juga semakin berkurang. Namun demikian, katanya, pemerintah harus melihat kondisi objektif dan kondisi psikologis masyarakat, sebelum menaikkan harga BBM. "Yang logis secara psikologis, kenaikan BBM itu menurut saya tak lebih dari Rp1.000. Sebab secara psikologis dan objektif masih dapat diterima masyarakat. Jadi kenaikan itu jangan hanya secara matematis, tetapi juga dihitung psikologis dan daya tahan masyarakat," katanya pada ANTARA, Rabu. Menurut dia, peningkatan harga BBM yang lebih dari Rp1.000 akan menambah runyam perekonomian. "Dan ini juga nantinya justru membuat masalah baru. Alih-alih menyelamatkan defisit, tapi justru akan menambah perkara," katanya. Dikatakannya, kenaikan BBM pada 2004 berbeda dengan sekarang. Sebab, 2004 tidak ada krisis perekonomian global, sedangkan kini, tidak hanya harga BBM yang terus melambung, tetapi juga dibayangi resesi ekonomi AS yang memukul pertumbuhan ekonomi di berbagai negara. Untuk itu, menurut dia, pemerintah tetap harus memperhatikan masyarakatnya. "Saya kira kewajiban pemerintah adalah tidak hanya mengelola negara, namun juga memperhatikan rakyatnya," katanya.Tak perlu memaksakan diri Sementara itu, terkait dengan defisit anggaran yang berkurang karena subsidi yang dikurangi akibat kenaikan harga BBM, ia mengatakan pemerintah tak perlu memaksakan diri agar defisit di bawah dua persen. "Saya rasa defisit dua persen masih bisa ditoleransi, asal tidak lebih dari dua persen. Pemerintah tak perlu memaksakan diri untuk berada di bawah dua persen, sebab keadaanya memang begini," katanya. Ia juga menyatakan, pemerintah tetap harus realistis terhadap pertumbuhan ekonomi, meski harga BBM dinaikan. "Saya kira pemerintah perlu realistis terhadap pertumbuhan ekonomi. Tidak perlu pemerintah ngotot untuk tetap mempertahankan pertumbuhan 6,4 persen. Saya khawatir justru nanti akan membuat kredibilitas pemerintah diragukan karena mengada-ada," katanya. Menurut dia, bila pemerintah tidak realistis, maka hal ini akan berdampak pada pasar modal. "Para investor bisa tidak percaya dan lari (modalnya) keluar," katanya.Tujuh langkah Pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noersy, mengemukakan kenaikan harga BBM tersebut tidak adil bagi masyarakat. "Ini menunjukkan kemalasan pemerintah. Pemerintah tidak adil, masyarakat kecil akan tetap terpukul, meski ada berbagai program untuk masyarakat miskin tersebut," katanya. Ia mengatakan, program subsidi bagi masyarakat miskin bersifat sementara, sedangkan dampak kenaikan harga BBM permanen. "Tentu pemerintah tidak bisa begitu saja mengumumkan kenaikan BBM," katanya. Menurut dia, selama ini pemerintah malas untuk menangani masalah BBM, padahal bila hal itu ditangani, maka pemerintah bisa memperoleh dana yang hilang. "Dan opsi untuk menaikan harga BBM adalah opsi terakhir setelah pemerintah menangani masalah BBM terlebih dulu," katanya. Menurut Ichsanuddin, terdapat tujuh langkah dalam menangani masalah BBM tersebut. Pertama, pemerintah harus meminimalisasi pencurian BBM melalui kebijakan "cost recovery". Kedua, pemerintah perlu mengusut perbedaan produksi antara rig dan tanker. Ketiga, usut korupsi BBM. Keempat, optimalkan produksi minyak. Kelima, buka investasi baru dengan mendorong perbankan nasional untuk terlibat. Keenam revitalisasi kilang-kilang minyak dan ketujuh perbaiki sektor hilir. "Bila ini telah dilakukan, dan pemerintah masih menahan beban baru kemudian kenaikan harga BBM dibenarkan," katanya. Departemen Keuangan telah melakukan kajian kenaikan harga BBM bersubsidi sekitar 28,7 persen pada Juni 2008, akibat kenaikan harga minyak dunia yang hampir menembus 120 dolar AS per barel dan mulai menurunnya kepercayaan terhadap APBN P 2008 dalam menghadapi tekanan harga minyak, demikian sumber ANTARA di Jakarta, Selasa malam. Dia mengatakan, harga BBM jenis premium akan naik dari Rp4.500 menjadi Rp6.000 per liter, solar naik dari Rp4.300 menjadi Rp5.500 per liter, dan minyak tanah naik dari Rp2.000 menjadi Rp2.300 per liter. Kenaikan sebesar itu, katanya, akan memberi ruang fiskal yang cukup longgar bagi APBN sebesar Rp21,491 triliun serta menambah penghematan anggaran menjadi Rp25,877 triliun. (*)

Copyright © ANTARA 2008