Jakarta, 30/4 (ANTARA) - Usulan Departemen Perdagangan (Depdag) menurunkan bea masuk, termasuk salah satunya produk perikanan, membuat Indonesia harus waspada terhadap kemungkinan adanya serbuan produk perikanan asing. "Harus ada instrumen yang disiapkan untuk melindungi produk perikanan Indonesia, juga mengantisipasi adanya 'repackage' yang mungkin dilakukan eksportir," kata Dirjen Pemasaran Luar Negeri Ditjen Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) DKP, Saut P Hutagalung, di Jakarta, Rabu. Untuk mengamankan pasar Indonesia dari serbuan produk perikanan tersebut, menurut dia, perlu ada Peraturan Menteri (Permen) lagi. Sejauh ini memang sudah ada Permen yang mengatur masalah pengamanan produk perikanan, tetapi belum efektif, karena hanya pengawasan untuk mutu, tidak sampai ke tahap sanksi. Dikatakannya, bea masuk produk perikanan ke Indonesia berbeda-beda sesuai dengan negara asal. Untuk produk perikanan asal negara ASEAN bea masuk memang sudah rendah bahkan kurang dari lima persen, sedangkan produk dari negara lain dapat mencapai 10 persen. "Memang menuju perdagangan bebas ASEAN tahun 2013 nanti bea masuk impor justru akan lebih rendah lagi. Bahkan jika mengikuti kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bea masuk bisa sampai dinolkan," ujarnya. Di lain pihak negara-negara lain justru menerapkan bea masuk untuk produk perikanan cukup tinggi, bahkan ada yang sampai menetapkan bea masuk hingga 200 persen, ujarnya. "Selama ini impor produk perikanan terbesar memang masih berasal dari Cina disusul Vietnam. Produk dari Cina biasanya udang vaname sedangkan Vietnam biasanya ikan patin," katanya. Ia mengatakan, DKP masih akan mengkaji usulan dari Depdag untuk menurunkan bea masuk perikanan, hal tersebut untuk melindungi produk dalam negeri sendiri. Masih banyak aturan yang harus dibuat dan diperhatikan sebelum penurunan bea masuk tersebut dilakukan. (*)

Copyright © ANTARA 2008