Padang, (ANTARA) - Sudah 12 tahun warga Dusun Saladoko, Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, tak pernah menikmati daging hewan kurban saat Idul Adha.
Kondisi ekonomi masyarakat setempat yang sulit membuat saat Lebaran Haji warga setempat hanya bisa melaksanakan shalat tanpa bisa menggelar ritual penyembelihan hewan kurban karena memang nyaris tak ada yang berkurban. Jika pun ada biasanya warga hanya menerima limpahan daging kurban dari surau lain.
Namun pada Idul Adha 1440 Hijriah masyarakat bisa menikmati daging hewan kurban mulai dari menyembelih hingga membagikan kepada warga sekitar.
Adalah Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Mitra Ummat Madani yang menggagas program kurban hingga ke pelosok agar semua masyarakat bisa menikmati lezatnya daging hewan kurban.
Di Kecamatan 2 x 11 Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Mitra Ummat Madani sedikitnya menyalurkan tiga ekor sapi kurban ke pelosok yang memang selama ini tak tersentuh.
Sedangkan di Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, juga terdapat dua titik yang bertahun-tahun tak tersentuh pembagian daging hewan kurban.
Tidak hanya itu Mitra Ummat Madani juga ikut menyalurkan hewan kurban di Sikakap, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Di daerah itu medannya lebih berat karena sapi diangkut menggunakan perahu dan ada pula yang ditarik melewati hutan hingga dua jam jalan kaki.
Mengantar hewan kurban di Kabupaten Kepulauan Mentawai, yang berjuluk Bumi Sikerei bukan perkara mudah karena harus menempuh perjalanan laut berjam-jam menghadang besarnya ombak samudra menggunakan sampan kecil, hingga memapah sapi berjam-jam ke lokasi tujuan.
Tidak hanya diburu waktu, mereka pun harus menempuh perjalanan laut menaklukan ganasnya ombak samudra menghadang musim angin barat yang terkenal dengan ombak besar.
Menggunakan sampan dengan panjang sekitar 10 meter dan lebar 3 meter sapi kurban ditidurkan dengan kondisi keempat kaki diikat dalam sampan karena tak memungkinkan dibawa dengan posisi berdiri.
Salah satu risiko besar yang dihadapi berupa sampan terbalik ditelan gelombang hingga sapi mati dalam perjalanan karena stres terlalu lama di jalan.
Mendistribusikan hewan kurban di Mentawai butuh perjuangan ekstra tidak hanya dari segi tenaga, biaya transportasi yang harus dikeluarkan pun membengkak. Sebab transportasi antardesa di daerah itu masih menggunakan laut hingga menyusuri muara sungai.
Karena sulitnya mengantar sapi hingga ke pelosok pada beberapa desa yang tersedia sapi akhirnya diputuskan untuk membeli di lokasi karena biaya yang dikeluarkan lebih murah.
Jangkau Pelosok
Direktur Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Mitra Ummat Madani Elfiyon Tanjung menyampaikan pada tahun ini pihaknya menyalurkan 30 ekor sapi kurban yang rata-rata disebar ke pelosok.
Hewan kurban tersebut berasal dari donatur tidak hanya dari dalam negeri bahkan dari luar negeri, yaitu Malaysia dan Singapura. Pada tahun ini kurban disalurkan ke Kabupaten Padangpariaman, Mentawai, hingga Solok Selatan.
"Ada tiga kriteria lokasi yang kami pilih untuk menyalurkan, yaitu masjid atau mushala yang belum ada hewan kurban, surau-surau yang kurbannya masih kurang dan kantong-kantong mualaf, terutama di Mentawai," kata dia.
Menurutnya pada daerah yang belum tersentuh kurban faktor utama murni kondisi ekonomi masyarakat setempat yang sulit. "Rata-rata buruh tani atau jadi tukang ojek," kata dia.
Berdasarkan pengalamannya daerah yang tidak terjangkau tersebut terkadang mendapat limpahan dari surau lain, namun jumlahnya tak cukup.
Ada juga temuan ada yang berkorban satu ekor sapi tapi dari satu keluarga, sistemnya separuh untuk pekurban dan sisanya untuk masyarakat sehingga dagingnya tidak cukup, lanjutnya.
Untuk mengidentifikasi daerah yang belum tersentuh pihaknya melakukan survei sebulan sebelum Idul Adha. Biasanya ada yang sama sekali tidak ada peserta kurban, atau ada tapi hanya satu atau dua ekor kambing sehingga digenapkan menjadi seekor sapi, ujarnya.
Pada sisi lain ia menemukan ada kompleks perumahan di perkotaan yang hewan kurbannya berlebih, sementara masyarakat sekitar kondisinya mampu.
"Ini tidak lepas dari pemahaman bahwa jika berkurban harus melihat darah dan hewan langsung sehingga kurban menumpuk di perkotaan," kata dia.
Ia berharap pengurus masjid juga harus mengedukasi jamaah bahwa saat berkurban tidak selalu harus melihat darah hewan kurban dan masih banyak daerah-daerah di pelosok yang belum tersentuh kurban.
Hakikat kurban adalah berbagi dan jika masyarakat kesulitan mengirim ke daerah yang belum terjangkau ada banyak lembaga yang bisa membantu, ujarnya.
Menyiasati kondisi ini Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Mitra Ummat Madani menggagas program tabungan kurban yang dapat diangsur selama setahun sebelum Idul Adha.
Dengan demikian masyarakat bisa mencicil dan sejak jauh hari bisa ditinjau lokasi yang paling membutuhkan untuk didistribusikan, kata dia .
Selain itu koordinasi antarpengurus masjid juga efektif untuk melakukan pemerataan sebaran hewan kurban sehingga tidak ada yang kelebihan atau pun kekurangan.
Ia juga melihat dalam beberapa tahun terakhir kesadaran donatur sudah mulai membaik dan memilih kurban disalurkan ke pelosok tempat warga jarang menyantap daging.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019