Surabaya (ANTARA News) - Ny Munarni (27) selaku isteri dari Sucipto yang tewas tertembak dalam insiden di hutan Sekidang, Sinderan Mbareng, kecamatan Sugihwaras, kabupaten Bojonegoro (23/4/2008), meminta penembak suaminya dihukum mati. "Sampai hati mereka, suami saya ditembak mati. Suami saya bukan hewan, saya nggak rela, saya minta mereka juga ditembak mati," katanya kepada ANTARA di sela-sela testimoni saksi dan keluarga korban insiden Sekidang di kantor LBH Surabaya, Selasa. Sucipto adalah warga dusun Kalikunci, desa Pejok, kecamatan Kedungadem, kabupaten Bojonegoro yang tewas bersama warga desa Babad, kecamatan Kedungadem, kabupaten Bojonegoro, yakni Bambang (24). Ada juga satu korban luka yakni Budiono. Menurut Ny Munarni, dirinya telah kehilangan suaminya yang merupaka tulang punggung keluarga, karena itu dirinya mengharap polisi hutan (polhut) yang menembak suaminya diberi hukuman yang setimpal. "Saya minta bantuan agar dia dihukum yang seberat-beratnya. Dia harus ditembak mati seperti suami saya," ujar ibu dari Fernanda Elsania (9) itu. Ibu dari anak semata wayang yang saat ini masih kelas 4 SD itu mengaku suaminya hanya mencari "rencek" (ranting pepohonan yang digunakan bahan bakar). "Suami saya itu tani, dia menanam jagung di hutan. Itu pun atas perintah Perhutani. Yang namanya orang kecil itu, disuruh apa pun mau. Tapi, di saat menganggur untuk menunggu panen jagung, suami saya mencari rencek untuk sampingan," tuturnya. Oleh karena itu, ungkapnya, tidak benar bila dikatakan suaminya melakukan perlawanan. "Tidak benar itu (melawan) kalau ada media yang menulis begitu, suami saya sedang makan bersama kawan-kawannya, lalu ada tembakan," tegasnya. Ia menambahkan warga desa sekitar hutan Sekidang membuka lahan di hutan itu atas izin Perhutani, karena itu penanaman jagung dan upaya mencari "rencek" sudah sepengetahuan Perhutani selama bertahun-tahun. "Usaha mencari rencek yang kalau dijual harganya mencapai Rp10.000 itu juga dilakukan untuk tambahan makan dan biaya sekolah anaknya. Kalau sekarang, suami saya tidak ada, saya tidak tahu bagaimana lagi," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008