Palu (ANTARA News) - Seorang pengamat intelijen mengatakan alumnus pendidikan militer di Afganistan tidak selalu menjadi teroris. "Sebab setelah mengikuti pendidikan militer di sana, mereka biasanya menjalani pekerjaannya semula di negaranya masing-masing," kata Wawan H. Purwanto dalam acara "Bedah Buku:Terorisme Undercover; Memberantas Terorisme hingga ke Akar-Akarnya, Mungkinkah?", di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa. Dalam beberapa kali kunjungan ke Afganistan dan sejumlah negara Timur Tengah, Wawan mengaku pernah berdialog dengan peserta dan alumnus pendidikan militer di Afganistan. Sekembali mengikuti pendidikan militer di Afganistan, mereka selanjutnya menekuni pekerjaannya semula, seperti menjadi guru, pegawai konstruksi bangunan di perusahaan swasta, serta sejumlah pekerjaan lainnya. Sedangkan, munculnya beberapa teroris di berbagai belahan dunia, menurut dia, hanya kelompok-kelompok kecil saja, karena tidak menyukai sitem pemerintahan tertentu, termasuk di Indonesia. Dalam acara yang diselenggarakan oleh Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LSADI) Sulteng dan STAIN Datokarama Palu itu, Wawan menjelaskan peserta pendidikan militer di Afganistan memang diarahkan untuk menjadi pejuang jihad yang membela agama Islam. "Jadi mereka siap mati. Bahkan, usai pertempuran, ada pejuang yang menyesal kenapa dirinya tidak mati," katanya, di depan ratusan peserta diskusi yang sebagian besar mahasiswa. Wawan yang juga menjabat Staf Ahli Wakil Presiden RI Bidang Keamanan dan Kewilayahan itu, mengatakan arti sesungguhnya jihad saat ini sudah disalahartikan oleh orang-orang tertentu, "seolah membunuh manusia itu dibenarkan". Padahal, seperti apa yang tertulis dalam bukunya tersebut, "jihad bisa dilakukan secara damai, namun yang penting sesuai dengan tujuan untuk membela agamanya". Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Palu, Zainal Abidin, pada kesempatan itu mengatakan banyak alumnus pendidikan militer di Afganistan setelah pulang ke negara asalnya menjadi penganut Islam garis keras. Menurut dia, perubahan sikap demikian itu merupakan pengaruh dari ideologi Taliban, aliran Islam garis keras di Afganistan. Selain itu, lanjut Zainal yang Ketua II STAIN Dato Karamah Palu, munculnya aksi terorisme di sejumlah negara akibat pengaruh kemiskinan. Karena itu, tak mengherankan jika pelaku terorisme dewasa ini sebagian berasal dari negara Dunia Ketiga yang penduduknya banyak menderita kemiskinan. Bagi Zainal, peran pemerintah dan tokoh agama sangat dibutuhkan dalam mencegah timbulnya teroris. "Khusus bagi pemuka agama perlu aktif memberikan penerangan kepada masyarakat supaya tidak terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit," katanya menyarankan. (*)

Copyright © ANTARA 2008