Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah, Selasa pagi, merosot mendekati angka Rp9.300 per dolar AS, karena pelaku masih memburu dolar AS sambil menunggu keluarnya data ekonomi AS dan menjelang pertemuan bank sentral AS (The Fed). "Pelaku pasar masih membeli dolar AS, terutama dari PLN dan Pertamina, akibat gejolak kenaikan harga minyak mentah dunia yang diperkirakan akan terus menguat hingga akhir tahun ini," kata Dirut Finance Corpindo, Edwin Sinaga, di Jakarta, Selasa. Kurs rupiah terhadap dolar AS turun menjadi Rp9.237/9.239 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.227/9.239 per dolar AS atau melemah 10 poin. Ia mengatakan, pasar masih dilanda kekhawatiran atas gejolak harga minyak mentah yang diperkirakan akan masih berlanjut, akibatnya rupiah di pasar domestik berlanjut turun. Kenaikan harga minyak mentah yang berlanjut itu, setelah ada aksi mogok kerja di Laut Utara, Inggris diperkirakan akan mengurangi produksinya. "Akibatnya rupiah sampai akhir bulan ini akan terus terpuruk menuju ke level Rp9.300 per dolar AS," ujarnya. Para pelaku, lanjut dia, juga masih akan menunggu data ekonomi AS yang diperkirakan masih melemah dan jelang bank sentral AS (The Fed) pada akhir bulan ini. The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunganya sebesar 25 basis poin menjadi 2,00 persen, dari sebelumnya 2,25 persen, katanya. Ia mengatakan, defisit anggaran pemerintah yang terus terjadi juga akan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional, apalagi sejumlah perbankan telah memberikan laporan bahwa pertumbuhan laba bersih pada kuartal pertama 2008 menurun. Apabila gejolak kenaikan harga minyak mentah terus terjadi, maka kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak dalam upaya mengurangi defisit anggaran pemerintah. Pemerintah bahkan sedang mencari dana baru untuk cadangan agar gejolak harga bahan pangan dan harga minyak mentah dapat diantisipasi dengan baik, tuturnya. Sementara itu, dolar AS terhadap yen stabil pada 104,3 yen, karena pelaku asing hati-hati bermain di pasar menjelang pertemuan The Fed.(*)
Copyright © ANTARA 2008