Medan (ANTARA News) - Praktik pemerasan yang diduga dilakukan jaksa UTG terhadap mantan Kepala BPPN, Glen Yusuf sebagaimana yang diungkapkan pengacaranya, Reno Iskandar diyakini banyak terjadi di daerah."Sudah menjadi rahasia umum jika masyarakat yang memiliki kasus hukum sering menjadi `sapi perah` oleh oknum jaksa nakal," kata praktisi hukum, Julheri Sinaga, SH di Medan, Minggu ketika dimintai pendapatnya tentang praktik dugaan pemerasan yang diungkapkan pengacara mantan Kepala BPPN itu.Reno Iskandar, SH selaku pengacara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glen Surya Yusuf mengungkapkan bahwa jaksa UTG pernah minta uang sebesar Rp890 juta dengan cara memeras.Pernyataan itu disampaikannya setelah mengikuti rekonstruksi penangkapan jaksa UTG oleh KPK di Delta Spa, Jakarta Selatan pada 23 April 2008. Menurut Sinaga, banyak faktor yang dapat menjadi alasan bagi oknum jaksa nakal untuk memeras masyarakat yang "tersandung" kasus hukum, diantaranya ancaman tingginya tuntutan dan memperlambat proses pemeriksaan. Bagi masyarakat yang tidak bersedia memenuhi "permintaannya" oknum jaksa nakal tersebut akan memberikan tuntutan hukuman yang tinggi dalam persidangan. Namun jika permintaan jaksa tersebut dapat dipenuhi maka tuntutan yang dikenakan akan diupayakan seringan mungkin. Masyarakat juga sering "diperas" dengan "tawaran" cepatnya proses pemeriksaan kasus. Jika tidak dipenuhi maka kasusnya akan diperlambat sehingga yang bersangkutan akan menjalani proses yang lama untuk mendapatkan putusan hukum. "Kondisi itu menyebabkan masyarakat sering menganekdotkan `JAKSA` dengan `Jika Ada Kasus Siapkan Amplop`," kata Sinaga. Presiden Perjuangan Hukum dan Politik, HMK Aldian Pinem, SH, MH mengatakan, pemerintah perlu menyiapkan tromol pos yang langsung ditangani presiden untuk menerima pengaduan masyarakat terhadap praktik pemerasan itu. Menurut dia, jika tromol pos itu ditangani pihak kejaksaan dikhawatirkan tidak akan objektif karena adanya solidaritas corps atau ikatan emosional sesama jaksa. Melalui tromol pos itu diharapkan presiden dapat mengetahui praktik nakal yang dilakukan jaksa di Indonesia sehingga dapat memberikan petunjuk kepada jaksa agung untuk perbaikan di instansinya. "Dengan perbaikan seperti itu diharapkan kejaksaan dapat mengimbangi kinerja KPK yang dinilai mampu `mengalahkan` eksistensi kejaksaan," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008