Dili (ANTARA News) - Pemimpin satu kelompok pemberontak Timor Leste yang dituduh berusaha membunuh Presiden Jose Ramos Horta Februari lalu siap menyerah dan mungkin tindakan itu akan dilakukan awal pekan ini, kata seorang jurubicara PBB, Minggu. Gastao Salshinha, yang mengambil alih komando setelah pemimpin pemberontak Alfredo Reinado tewas dalam serangan terhadap Ramos Horta, sekarang berada di di sebuah rumah di distrik Ermera, 75km barat Dili bersama dengan tiga anggotanya, kata Alison Cooper dari misi PBB di Timor Leste. "Salsinha melakukan tindakan untuk menyerah, ia sekarang berada di Ermera. Ia setuju tidak meninggalkan rumah itu sampai para anggotanya datang bergabung pada saat mana ia akan menyerah diri kepada kepada pihak berwajib," kata Cooper. "Tidak ada batas waktu bagi Salsinha, kemungkinan ia akan menyerah awal pekan ini," tambahnya. Timor Leste mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Salsinha, mantan letnan angkatan darat, dan 22 pemberontak lainnya karena terlibat dalam serangan-serangan 11 Februari yang juga ditujukan pada PM Xanana Gusmao. Alexander Xavier, seorang penasehat presiden, Jumat mengatakan Salsinha dipastikan akan menyerah setelah perundingan-perundingan dengan wakil-wakil militer, gereja Katolik dan parlemen. Xavier mengatakan Salsinha sedang menunggu dua anak buahnya lagi untuk bergabung dengan dia. Parlemen Timor Leste pekan lalu setuju mencabut keadaan darurat yang diberlakukan setelah serangan terhadap kediaman Ramos Horta, walaupun keadaan siaga diperpanjang selama sebulan di Ermera. Ramos Horta pulang ke Timor Leste setelah lebih dari dua bulan dirawat di Australia. Gusmao selamat dari serangan terpisah itu. Menandakan keamanan yang membaik, Australia akan menarik 200 tentara dari Timor Leste, yang dikirim setelah usaha pembunuhan Februari itu, kata PM Australia Kevin Rudd. Negara termuda Asia tidak tidak stabil sejak ia meraih kemerdekaan tahun 2002. Militer terbagi dua berdasarkan asal daerah tahun 2006, di mana 600 tentara dipecat yang memicu aksi kerusuhan antar faksi yang menewaskan 37 orang dan menyebabkan 150.00 orang mengungsi. Lebih dari 2.500 tentara asing dan polisi tetap tinggal di negara itu untuk membantu pasukan keamanan lokal memelihara stabilitas, demikian Reuters.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008