Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan menindak tegas praktik pencurian ikan oleh kapal-kapal asing di perairan Indonesia, dengan menenggelamkan mereka yang diketahui melakukan kegiatan ilegal itu. "Rencana itu tetap jadi, itu sebagai terapi kejut. Kita harus tingkatkan efek jera, sehingga mereka berpikir dua kali melakukan pencurian ikan di Indonesia," kata Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) Departemen Kelautan dan Perikanan Aji Sularso di Jakarta, Sabtu. Dia mengatakan kapal yang akan ditenggelamkan hanya kapal yang tidak memiliki ijin operasi atau illegal unregulated unreported (IUU) fishing di wilayah perairan Indonesia. Ia menilai hal itu tidak akan menimbulkan masalah dengan pemilik kapal seperti yang dikhawatirkan para pakar hukum. "Australia juga melakukan hal itu terhadap kapal ilegal," katanya. Ia menegaskan ada pedoman dalam tindakan menenggelamkan kapal asing yang melakukan pencurian ikan. Bila kondisi kapal cukup baik, maka akan disita, dan disumbangkan kepada nelayan atau dijadikan kapal patroli. Tetapi jika kapal sudah terlalu tua, maka akan ditenggelamkan untuk menjadi terumbu karang. "Tidak semua kapal ditenggelamkan. Kalau kapal tersebut sudah tua, tidak bisa dimanfaatkan, untuk apa dibawa ke tepi. Tentu akan memakan biaya besar," kata Aji. Ia mengakui operasi mencegah pencurian ikan di perairan Indonesia belum optimal, karena kurangnya armada. Menurut dia sedikitnya dibutuhkan 10 unit kapal pengawas di perairan Natuna, 10 kapal di Laut Arafuru, dan 10 kapal di Laut Makasar dan Sulawesi. "Untuk operasional kapal patroli saja membutuhkan dana Rp40 miliar, belum termasuk menambah kapal," ujar dia. Pada 2008 DKP berencana menambah dua kapal patroli. Sebelumnya tahun lalu DKP mendapat tambahan 13 kapal cepat untuk patroli. Rusak Lebih jauh Aji mengatakan penggunaan alat tangkap pukat harimau atau "trawl" oleh kapal asing merusak terumbu karang, karena kebanyakan kapal asing tersebut beroperasi di perbatasan laut dangkal yang banyak ikannya. "Mereka juga tidak berani beroperasi di perairan dangkal yang penuh karang, karena jaring bisa sobek. Mereka beroperasi di dekat perairan dangkal yang jumlah ikannya cukup banyak," katanya. Akibatnya, lanjut dia, terumbu karang di perairan Natuna dan Laut Arafuru banyak yang rusak akibat pukat harimau. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008