Jakarta (ANTARA News) - Ekonom lembaga riset ekonomi Indef, Aviliani mengingatkan pemerintah agar segera membuat keputusan harga BBM paling lambat pada Juni 2008 terkait kenaikan harga minyak dunia yang terus naik di atas 118 dolar AS per barel.
"Mau tidak mau Juni ini harus ada kesimpulan dari pemerintah bahwa ada kenaikan harga BBM atau pemerintah berani menjamin subsidi tetap rendah tapi berhasil untuk distribusi tertutup terhadap barang yang disubsidi," kata Aviliani dalam jumpa pers di Depkominfo Jakarta, Jumat, bersama Dirjen Migas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Lulu Sumiarso, Pengamat Perminyakan Kurtubi, dan anggota Komite BPH Migas Jogi Prajogo.
Dia menjelaskan meski kebijakan kenaikan harga BBM tidak populis bagi masyarakat, tetapi mempunyai efek positif bagi kesinambungan perekonomian nasional.
Aviliani menjelaskan pemerintah akan sangat terbebani oleh subsidi bila tidak menaikkan harga BBM, dan berimbas pada sektor pembangunan lainnya.
"Bakal tidak ada kegiatan ekonomi pada kegiatan infrastruktur. Program pengentasan kemiskinan tidak bisa dilakukan karena tidak ada anggaran yang cukup untuk itu," jelasnya bila pemerintah tidak menaikkan harga BBM.
Selain itu, investor yang telah membeli dan yang tertarik akan membeli SUN dan ORI, bisa tidak percaya kepada pemerintah akan mampu membayar bila jatuh tempo pembayaran SUN dan ORI.
"Kalau investor (yang membeli SUN dan ORI) lepas, maka kita bisa krisis likuiditas," kata Aviliani.
Bila pemerintah menaikkan harga BBM, dia memperkirakan sebesar 20-30 persen.
"Kisaran antara 20 sampai 30 persen. Itu sudah paling maksimal. Misalnya bensin premium dari Rp4.000 per liter menjadi Rp6.000 per liter," katanya.
Ekonom Indef itu memaklumi andaikan ada penolakan dari masyarakat terhadap kenaikan harga BBM nantinya, akan tetapi itu tetap dilakukan agar masyarakat timbul "sense of crisis" dari masalah harga minyak dunia ini.
Dia mengatakan penghematan subsidi dari program Smart Card hanya sekitar Rp6 triliun dan hal tersebut tidak signifikan terhadap permasalahan saat ini.
Sependapat dengan Aviliani, Pengamat Perminyakan Kurtubi setuju bila harga BBM dinaikkan untuk mengurangi subsidi BBM karena program pemerintah untuk penghematan BBM dengan Smart Card menurutnya kurang efektif mencapai tujuan.
Bila harga BBM tidak dinaikkan pemerintah akan menanggung biaya subsidi BBM yang jumlahnya luar biasa besar karena dia memprediksi harga minyak dunia akan terus naik.
"Ke depan harga akan terus naik bahkan tidak mustahil pada akhir tahun bisa menembus 150 dolar AS per barel," kata Kurtubi.
Hal itu mungkin terjadi karena negara-negara penghasil minyak baik anggota OPEC dan non OPEC, kata dia, saat ini sudah berproduksi secara maksimal.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008