Jakarta (ANTARA) - Calon anggota DPD RI daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) Evi Apita Maya menangis terharu setelah Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Farouk Muhammad yang menggugatnya karena diduga menggunakan foto rekayasa terlalu cantik.
"Alhamdulillah, bersyukur pada Allah pada Jumat barokah ini keadilan itu sudah terwujud. Apa pun putusan tadi saya pikir itulah putusan yang seadil-adilnya," ujar Evi Apita Maya sembari menangis di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat.
Baca juga: Sidang Pileg, MK: Sulit menilai relevansi foto dengan keterpilihan
Baca juga: Sidang Pileg, MK menolak permohonan Farouk Muhammad
Baca juga: Gugatan Farouk Muhammad lanjut ke sidang berikutnya
Baca juga: Saat foto rekayasa tiba-tiba disengketakan di MK
Caleg DPD RI dapil NTB dengan perolehan suara terbanyak itu mengucapkan terima kasih kepada seluruh majelis hakim konstitusi yang telah memberikan putusan yang seadil-adilnya.
Kapada masyarakat NTB yang terus mendoakannya dan telah memilihnya mewakili di Senayan, Evi Apita Maya juga berterima kasih. "Alhamdulillah doa masyarakat NTB, kita dimenangkan," ucap dia.
Untuk langkah selanjutnya, ia berjanji segera bergerak bekerja untuk masyarakat yang telah mengamanahkan suaranya untuk diwakilinya di Senayan.
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan Farouk Muhammad.
Dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat, hakim konstitusi Suhartoyo mengatakan Farouk Muhammad mendalilkan penggelembungan perolehan suara caleg lain Evi Apita Maya sebanyak 738 suara, padahal selisih keduanya terkait 19.5245 suara.
Sementara untuk caleg Lalu Suhaimi Ismy, Farouk mendalilkan penggelembungan perolehan suara yang terjadi hanya 1.149 suara, sementara selisih keduanya 18.665 suara.
"Dengan demikian, seandainya dalil pemohon mengenai penggelembungan suara secara keseluruhan 3.680 suara benar terjadi, hasilnya tetap tidak akan mempengaruhi peringkat perolehan suara dan para pihak terkait lainnya sebab perubahan suara tersebut tidak signifikan jumlahnya," ujar hakim Suhartoyo.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019