Jakarta, (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang menggeledah ruang kerja dan ruang anggota DPR sebagai bagian dari penyidikan dalam kasus dugaan suap yang sedang ditangani lembaga tersebut, kata sejumlah anggota DPR. "Sesuai UU, KPK berwenang melakukan penggeledahan. Mengapa tidak? UU tentang KPK yang disusun DPR sudah mengatur hal itu," kata anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Panda Nababan kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Ia menyatakan, polemik mengenai boleh-tidaknya KPK menggeledah ruang Anggota DPR merugikan institusi DPR karena DPR memberi kewenangan kepada KPK untuk melakukan berbagai upaya guna melengkapi barang bukti. Saat menyusun UU tentang KPK tahun 2002, DPR memberi kewenangan kepada KPK untuk menjalankan tugasnya, termasuk menggeledah dan menyadap telepon pihak yang diduga melakukan pinak pidana korupsi, katanya. "KPK diberi kewenangan begitu besar oleh DPR. Tidak boleh mengeluarkan SP3, kompensasinya boleh menyadap, menyita dan menggeledah," katanya. Katanya, alasan prosedur semestinya tidak menjadi polemik. "Alasan (prosedur) itu mengada-ada, buktinya KPK menggeledah Kejaksaan Agung, MA, BI dan Komisi Yudisial (KY)." Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Dr Aziz Syamsuddin, menyatakan, secara institusi, DPR tidak pernah menghambat upaya tindakan hukum (termasuk dari KPK) untuk melakukan penggeledahan atau apapun bentuknya, sepanjang itu sesuai dengan aturan hukum. Ia mengatakan, tindakan hukum itu perlu lebih disesuaikan dengan tata cara dan prosedur yang baik. Misalnya dengan terlebih dulu ada koordinasi dengan pimpinan Dewan, apalagi saat ini sedang ada reses. Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR RI Gayus Lumbuun, mengatakan, "Persoalannya sekarang 'kan petugas KPK terkesan mengabaikan 'ethic legal process', atau etika proses hukum universal." (*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008