Keberadaan pria tersebut membuat para pelanggan risau. Selang seminggu sebelumnya, serangkaian penembakan massal terjadi hingga menggemparkan negara itu.
Perdebatan nasional tentang keselamatan bersenjata kembali mencuat setelah penembakan Sabtu (3/8) lalu di Texas, yang menewaskan 22 orang, di sebuah toko Walmart di El Paso di perbatasan dengan Meksiko. Beberapa jam kemudian, peristiwa serupa muncul di Dayton, Ohio, pada Minggu (4/8) hingga menewaskan sembilan orang, termasuk tersangka.
Baca juga: 20 tewas dalam penembakan di Walmart Texas
Tidak sempat terjadi tembakan pada Kamis dan tidak jelas apa motif pria itu, kata kepolisian Springfield dalam sebuah pernyataan daring. Perwakilan kepolisian belum bisa dihubungi Reuters untuk dimintai tanggapan atas peristiwa itu.
"Seorang pria kulit putih bersenjata dan berusia dua puluhan ditahan oleh seorang petugas pemadam kebakaran yang sedang tidak bertugas, sampai petugas tiba di tempat kejadian dan membawa tersangka ke tahanan," kata pernyataan itu.
Pria tersebut ditangkap setelah keluar dari toko dengan senjatanya, kata polisi.
Tidak jelas apakah pria itu sempat mengeluarkan ancaman atau bahkan melakukan tindak kejahatan. Identitasnya juga tidak diungkapkan dan tidak ada informasi tentang kemungkinan apakah dakwaan akan dikenakan terhadapnya.
Tapi, polisi menyatakan yakin bahwa pria itu bermaksud membuat kekacauan, meski mereka juga tidak bisa menjelaskan motifnya, demikian dikutip surat kabar Springfield News-Leader.
"Ini adalah situasi yang benar-benar menakutkan, berbahaya," kata polisi yang berada di tempat kejadian kepada media, sambil menambahkan bahwa mereka akan menyelidiki akun media sosial pria itu untuk mencoba memastikan apakah ada ancaman yang dikeluarkan.
Missouri adalah negara "terbuka" yang memungkinkan orang membawa senjata api secara bebas tanpa izin khusus. Tetapi, ada beberapa batasan, misalnya, bagi mereka yang sedang menjalani hukuman.
Presiden AS Donald Trump dan ibu negara mengunjungi El Paso dan Dayton pada Kamis untuk menunjukkan dukungan kepada para korban dan keluarga mereka.
Namun, kunjungan itu menuai kritik. Para pengunjuk rasa dan beberapa kandidat presiden dari Partai Demokrat menuduh Trump mengobarkan ketegangan dengan retorika antiimigran dan rasial.
Sumber: Reuters
Baca juga: Paus kutuk kekerasan bersenjata di Amerika Serikat, berdoa bagi korban
Baca juga: Oklahoma sahkan UU pertahanan menggunakan senjata di Gereja
Penerjemah: Atman Ahdiat
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019