Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat menggeledah rumah mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Timur Zainal Abidin terkait kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2018.
Penggeledahan itu dilakukan dalam penyidikan dengan tersangka Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung Supriyono (SPR).
"Sedang berlangsung geledah di rumah Zainal Abidin di Jalan Asem Nomor 1. Yang bersangkutan adalah mantan Kepala Bappeda Jatim," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Jumat.
Selain itu, tim KPK juga sedang melakukan rekonstruksi perkara kasus suap tersebut di rumah mantan Kabid Fisik Prasarana Wilayah Bappeda Jatim Budi Juniarto.
"Saat ini juga sedang rekonstruksi di rumah Budi Juniarto," ujar Febri.
Sebelumnya, KPK juga telah menyita sejumlah dokumen terkait penganggaran dari hasil geledah tiga lokasi di Jawa Timur, Rabu (7/8).
Tiga lokasi tersebut, yakni kantor Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur, rumah Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur, dan rumah mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Timur.
"Awalnya, kami mengidentifikasi ada bantuan keuangan dari anggaran Provinsi Jawa Timur, sehingga kami lakukan beberapa penggeledahan di Jawa Timur," ujar Febri pula.
KPK pada 13 Mei 2019 telah mengumumkan Supriyono sebagai tersangka terkait pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD atau APBD-P Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.
Dalam konstruksi perkara kasus tersebut, Supriyono diduga menerima Rp4,88 miliar terkait proses pembahasan, pengesahan, dan pelaksanaan APBD dan/atau APBD Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.
Baca juga: KPK sita dokumen penganggaran terkait kasus Ketua DPRD Tulungagung
Uang tersebut diduga berasal dari Bupati Tulungagung 2013-2018 Syahri Mulyo dan kawan-kawan sebagai syarat pengesahan APBD dan/atau APBD Perubahan. Dalam perkara sebelumnya, Syahri Mulyo terbukti menerima suap dari sejumlah pengusaha di Tulungagung.
Dalam persidangan Syahri Mulyo, terungkap adanya uang yang diberikan kepada Ketua DPRD untuk biaya unduh anggaran bantuan provinsi dan praktik uang mahar untuk mendapatkan anggaran baik Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun bantuan provinsi yang dikumpulkan dari uang "fee" para kontraktor untuk diberikan kepada Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung.
Baca juga: KPK geledah 3 lokasi terkait kasus Ketua DPRD Tulungagung
Dalam persidangan Syahri Mulyo terungkap bahwa Supriyono menerima Rp3,75 miliar dengan rincian penerimaan "fee" proyek APBD murni dan APBD perubahan selama empat tahun berturut pada 2014-2017 sebesar Rp500 juta setiap tahunnya atau total sekitar Rp2 miliar.
Selanjutnya, penerimaan yang diduga untuk memperlancar proses pembahasan APBD, mempermudah pencairan DAK, dan bantuan keuangan provinsi sebesar Rp750 juta sejak 2014-2018.
Kemudian, "fee" proyek di Kabupaten Tulungagung selama tahun 2017 sebesar Rp1 miliar.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019