Jakarta (ANTARA News) - Badan Kehormatan (BK) DPR bersedia menjembatani kesalahpahaman soal penggeledahan ruang anggota DPR yang terkait dugaan kasus suap konversi hutan lindung Pulau Bintan antara KPK dan pimpinan DPR. "Persoalannya sekarang ini KPK terkesan mengabaikan etika hukum universal. Mereka (KPK) hanya menjalankan aturan teknis yang dimilikinya untuk melakukan penggeledahan di mana-mana," kata Wakil Ketua BK DPR, Gayus Lumbuun, kepada ANTARA di Jakarta, Jumat. Padahal, menurut dia, lembaga DPR itu tidak sama dengan warung di pinggir jalan yang dapat digeledah semau hatinya. Gayus menjelaskan bahwa kesediaan BK DPR menjembatani kesalapahaman antara DPR dan KPK soal penggeledahan ruangan anggota DPR di saat reses itu, karena lembaga BK memang selalu bersentuhan dengan masalah-masalah seputar etika. "Kalau melalui Komisi III (Bidang Hukum, Perundang-undangan dan HAM), tentu akan lain lagi ceriteranya," ungkapnya. Pengabaian Etika Hukum Mengenai penggeledahan yang terpublikasi di berbagai media seolah mendapat hambatan dari pimpinan DPR, Gayus Lumbuun merasa hal itu perlu diperjelas sekali lagi. "Tentang penggeledahan KPK ke ruangan kerja anggota DPR di dalam Gedung Parlemen, terkait kasus saudara Al Amin Nasution itu, maka berdasarkan UU No 30/2002 tentang KPK, sebagai UU Organik KPK, maka di dalam pelaksanaannya di lapangan memuat ketentuan-ketentuan normatif yang boleh mengenyampingkan UU lain," paparnya. Pengenyampingan UU lain itu, lanjutnya, terutama dalam kepentingan peran tugasnya. "Tetapi untuk menuju kepada manfaat hukum dalam mencapai tujuannya, KPK harus memperhatikan juga etika hukum. Jangan ada pengabaian," tandasnya. Etika hukum itu, menurut dia, misalnya dilaksanakan dengan melakukan koordinasi dengan Pimpinan DPR agar pencitraan sebuah lembaga Parlemen sebagai Lembaga Negara terjaga dengan baik. Tidak Bermaksud Menghalangi "Bagi kami, Ketua DPR Agung Laksono sama sekali tidak bermaksud menghalangi proses penggeledahan tersebut," tegasnya. Yang dilakukan pimpinan DPR, lanjut Gayus Lumbuun, lebih kepada upaya mengutamakan dan menjaga hak-hak politik para anggota yang saat ini sedang reses. "Tetapi untuk ke depan, sekali lagi saya nyatakan bahwa BK DPR bersedia menjembatani kesalahpahaman antara DPR dan KPK apabila dikehendaki kedua belah pihak, di samping tentunya ada kajian hukum oleh Komisi III," katanya. Ini penting, karena BK DPR mengharapkan tetap terbangunnya hukum normatif dan etika hukum secara bersama. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008