Medan (ANTARA News) - Tim arkeolog dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Arkenas) bersama Tim Arkeolog Universitas Nasional Singapura menemukan sebuah nisan peninggalan abad ke-13 di Desa Kota Rantang, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumut.
Arkeolog dari Arkenas, Prof. Nani Wibisono, di Medan, Jumat, mengatakan, jika melihat dari bentuk dan coraknya nisan tersebut diperkirakan berhubungan dengan Kerajaan Aru yang pernah berjaya pada abad ke-13 dan 14 di daerah itu.
Namun sayangnya nisan tersebut masih polos (tanpa tulisan, red) sehingga tidak diketahui secara pasti tahun pembuatan atau nama pemiliknya, ujarnya.
Dalam penelitian yang memakan waktu selama 10 hari itu, tim arkeolog juga menemukan pecahan keramik, tembikar, manik-manik, tulang hewan dan logam berbentuk paku, pin, kerak besi, serta pecahan ubukan (alat yang digunakan pandai besi) di tiga titik lokasi berbeda pada areal yang sama.
"Keramik maupun logam yang ditemukan itu umumnya dipakai masyarakat pada abad ke- 13 hingga 15," katanya.
Temuan ini menguatkan dugaan bahwa daerah itu dulunya pernah menjadi pusat industri logam dan penemuan itu juga hampir sama dengan temuan Kota China di sekitar Belawan pada tahun 1972.
Arkeolog dari Universitas Nasional Singapura, Edmund Edward McKinnon mengatakan, lokasi penelitian berada di koordinat 03.44.337 Utara dan 98.35.345 Timur berdasarkan Global Position Sistem (GPS), atau sekitar 40 kilometer sebelah barat kota Medan.
Ia menyebutkan, jika melihat dari hasil yang ditemukan di lokasi tersebut diperkirakan daerah itu merupakan permukiman padat dan banyak dikunjungi pendatang dari luar.
Daerah itu mencapai kejayaan pada abad ke-15 dan mulai mengalami kemunduran pada abad ke-17 seiring berpindahnya pusat ibukota Kerajaan Aru ke Deli Tua yang jaraknya lebih kurang 50 kilometer dari lokasi semula.
Pada kesempatan itu ia mengatakan timnya juga sempat melihat langsung lokasi situs Benteng Tanah Putri Hijau di Deli Tua yang kondisinya nyaris musnah.
"Sangat disayangkan situs itu sudah hampir rata dengan tanah akibat kurangnya perawatan maupun ulah oknum yang tidak mengerti betapa pentingnya merawat peninggalan sejarah itu," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008