Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah, Jumat pagi, melemah 15 poin menjadi Rp9.220/9.225 per dolar AS dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya pada posisi Rp9.205/9.218, karena pelaku terus memburu dolar AS. "Pembelian dolar AS oleh pelaku pasar masih terjadi, meski harga minyak mentah dunia mulai terkoreksi hingga di posisi 116 dolar AS per barel," kata Dirut PT Finance Corpindo, Edwin Sinaga di Jakarta, Jumat. Selain itu, dolar AS di pasar regional menguat terhadap yen dan euro setelah keluarnya laporan mingguan AS yang menyebutkan data asuransi pengangguran dalam pekan yang berakhir 19 April menunjukkan penurunan lebih besar dari perkiraan sebelumnya, ucapnya. Pasar, lanjut dia, juga disibukkan dengan permintaan dolar AS dari BUMN yang memerlukan mata uang asing itu untuk membeli minyak terutama dari PLN, PT GAS, dan Pertamina. "Kami memperkirakan rupiah masih akan terpuruk pada sore nanti, karena permintaan dolar AS di pasar masih tetap tinggi," katanya. Dolar pagi ini diperdagangkan pada 104,34-39 yen terhadap 104,20-30 yen di New York dan 103,69-72 yen di Tokyo. Euro mencapai 1,5675-5677 dolar dan 163,55-60 yen dari 1,5678-5688 dolar dan 163,45-55 yen di New York serta 1,5837-5840 dolar dan 164,25-29 yen di Tokyo. Rupiah, menurut dia, kalau investor asing tidak masuk ke pasar domestik menginvestasikan dananya diperkirakan mata uang Indonesia itu sudah terpuruk tajam. Investor asing masih tergiur dengan tingkat bunga rupiah terhadap dolar AS yang masih tinggi, apalagi bank sentral AS berencana akan menurunkan lagi suku bunganya, ucapnya. Pemerintah sendiri, lanjut dia, akan melakukan pemangkasan dana setiap departeman berkisar antara 10 sampai 20 persen untuk mengatasi anggaran belanja yang terus defisit. Bahkan, ada rencana untuk mencari pinjaman baru kepada pihak luar untuk mengatasi gejolak kenaikan harga minyak mentah yang terus terjadi, tuturnya. Menurut dia, apabila pemerintah menaikkan bahan bakar minyak kemungkinan anggaran belanja tidak terlalu besar mengalami defisit, namun pemerintah pada komitmennya untuk tidak menaikkan BBM. Karena itu pemerintah mencari dana baru dari luar untuk bisa membantu defisit anggaran yang terus terjadi, ucapnya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008