Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR RI Agung Laksono mengatakan, seharusnya pemerintah segera menetapkan dan melantik pasangan Abdul Gafur-Abdurrahim Fabanyo sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara (Malut) terpilih. "Seharusnya Gafur-Fabanyo tinggal dilantik saja. Ini `perjalanan` panjang, tidak boleh ada lagi institusi yang ditunjuk menjadi penentu proses ini lagi. Kenapa begitu lama, ada apa," katanya usai menerima sekitar 20 anggota DPRD Malut di ruang kerjanya di Gedung DPR Senayan Jakarta, Kamis petang. Ke-20 anggota DPRD Malut tersebut dipimpin Wakil Ketua DPRD Malut Abdurrahim Fabanyo, yang juga salah satu kandidat calon wakil gubernur Malut yang berpasangan dengan Abdul Gafur selaku calon gubernur Malut. Agung mengemukakan, keputusan keduanya sebagai pemenang pemilihan kepala daerah (Pilkada) Malut sudah disetujui, baik oleh DPRD Provinsi Malut maupun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurut dia, KPU sejak awal berpegang pada hasil penghitungan suara oleh KPUD Malut di Ternate, yang memenangkan pasangan Gafur-Fabanyo. Demikian pula rapat paripurna DPRD Malut telah memutuskan keduanya sebagai pemenang Pilkada Malut berdasarkan penghitungan suara KPUD Malut. "Ini adalah langkah terakhir, tidak bisa ada lagi institusi yang `dititipkan` untuk memutuskan. Ini akan mengada-ada dan hal itu akan membangun iklim yang tidak kondusif di Malut," katanya. Pemerintah pusat, katanya, harus bisa memahami masalah tersebut. Karena itu, kata Agung, langkah yang harus diambil pemerintah adalah Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden segera melakukan pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih Malut. Dalam pertemuan tersebut, Abdurrahim Fabanyo meminta dukungan kepada DPR RI agar ikut menempatkan permasalahan sengketa Pilkada Malut sesuai dengan aturan yang seharusnya dijalankan. Abdurrahim Fabanyo menyatakan keheranannya terhadap pemerintah yang masih mempertimbangkan hasil penghitungan suara yang dihasilkan oleh Ketua KPUD Malut yang telah dinonaktifkan. Padahal, katanya, dalam pertemuan dengan ketua KPU Abdul Hafiz Anshary pada Rabu (23/4), KPU secara tegas telah menyatakan tidak pernah mencabut surat penonaktifan M Rahmi Husen dan Nurbaya Soleman, sebagai ketua dan anggota KPUD Malut. "Tidak seharusnya pemerintah mempertimbangkan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh ketua KPUD yang tidak sah," katanya. Penghitungan suara hasil Pilkada Malut terdapat dua versi, yakni pertama dimenangkan pasangan Thaib Armayn-Abdul Gani Kasuba (berdasarkan perhitungan yang dilakukan di Jakarta oleh Ketua KPU Provinsi Malut M Rahmi Husen dan anggotanya Ir Nurbaya Soleman, yang telah dinonaktifkan oleh KPU). Versi kedua, memenangkan pasangan Abdul Gafur-Abdurrahim Fabanyo (berdasarkan perhitungan yang dilakukan di Ternate oleh Plt KPUD Malut Muchlis Tapitapi, yang telah ditunjuk KPU menggantikan M Rahmi Husen). Pemerintah hingga saat ini belum mengambil keputusan mengenai adanya perbedaan penghitungan suara tersebut. Pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Harun Al Rasyid mengatakan, hasil penghitungan suara Pilkada yang sah adalah yang dilakukan oleh KPUD Malut yang sah, dalam hal ini yang dilakukan Plt Ketua KPU Malut Mukhlis Tapitapi. "Aneh, kalau pemerintah pusat masih mempertimbangkan hasil penghitungan suara yang diputuskan oleh pimpinan KPU yang sudah diberhentikan," kata Harun yang pernah menjadi anggota KPU itu.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008