Kami pesimistis ini bisa mencapai target penurunan emisi 29 persen pada 2030 dan juga bisa mengurangi deforestasi

Jakarta (ANTARA) - Greenpeace Indonesia menyebut moratorium pemberian izin pengelolaan baru di hutan primer dan lahan gambut dalam bentuk Instruksi Presiden belum cukup memiliki kekuatan untuk mengurangi deforestasi sehingga pesimistis target penurunan emisi sesuai Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia akan tercapai.

"Kami pesimistis ini bisa mencapai target penurunan emisi 29 persen pada 2030 dan juga bisa mengurangi deforestasi," kata Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia Kiki Taufik dalam keterangan pers tentang Inpres Moratorium Hutan dan Gambut 8 Tahun di Tengah Deforestasi dan Kebakaran Hutan di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, jika bentuknya Instruksi Presiden (Inpres) untuk moratorium maka sama seperti delapan tahun terakhir, terkadang dilaksanakan tetapi ada juga yang tidak. Selain itu, tidak ada pula yang mengawasi berjalan atau tidaknya Inpres tersebut, berbeda jika kawasan hutan yang di maksud berstatus taman nasional yang sudah tentu ada yang mengelola dan mengawasi.

"Sekarang kalau bentuknya moratorium pemberian izin, maka tidak ada yang mengawasi area moratorium tersebut. Sehingga potensi terbakar besar, potensi terjadi pembalakan liar juga besar. Nah ini sebenarnya yang menjadi pertanyaan, padahal sebenarnya ini diinstruksikan untuk dijaga," katanya.

Berdasarkan kajiannya, Greenpeace Indonesia menyebut tutupan hutan yang hilang dari 2012-2018 di areal moratorium mencapai 1,2 juta hektare (ha), dengan rerata tahunan 137 ribu ha. Angka tersebut justru lebih tinggi jika dibandingkan dengan kehilangan tutupan hutan sebelum moratorium diberlakukan dari 2005-2011 yakni mencapai 800 ribu ha, dengan rerata 97 ribu ha untuk area moratorium yang sama.

Selain itu, Kiki menyebut hanya 14,6 juta ha hutan dan gambut yang sebenarnya efektif dilindungi oleh moratorium tersebut. Sementara 51,3 juta ha atau 78 persen dari 65,9 juta ha areal moratorium lainnya yang ada dalam Inpres tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut merupakan hutan lindung dan konservasi, sehingga sudah dilindungi oleh regulasi lainnya.

Hal lain yang ditemukan Greenpeace bahwa perubahan Inpres moratorium pemberian izin di hutan primer dan lahan gambut yang pertama kali dikeluarkan di 2011 pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga yang terbaru dikeluarkan pada era Presiden Joko Widodo diketahui 4,5 juta ha pernah dikeluarkan dari Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) dan 5,3 juta ha ditambahkan dalam peta.

Namun, kata dia, sebanyak 1,6 juta ha dari 4,5 juta ha area hutan yang dikeluarkan dari peta moratorium tersebut terdapat di area konsesi, mulai dari hutan tanaman industri (HTI), hutan pengusahaan hutan (HPH) dan tambang.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan Inpres tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Senin (5/8). Inpres tersebut sebagai pembaharuan dari Inpres Nomor 6 Tahun 2017.

Telaah Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap data seri analisis luas areal penundaan pemberian izin baru menunjukkan bahwa luas areal PIPPIB sudah agak konstan di angka sekitar 66 juta ha.

Selain itu, luas deforestasi dalam areal penundaan menurun signifikan dan tata kelola hutan alam primer sudah lebih baik dengan indikasi luas PIPPIB yang tetap, angka deforestasi menurun dan adanya perubahan dalam rencana penhusahaan hutan tanpa mengganggu jalannya produktivitas.

Siti juga mengatakan bahwa wilayah penghentian pemberian izin baru tersebut menjadi potensi pembayaran berdasarkan hasil dalam skema pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan REDD+ sejalan dengan penerapan kebijakan pemberian insentif pengendalian perubahan iklim sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan.

Lebih lanjut ia mengatakan wilayah penghentian pemberian izin kelola baru tersebut juga menjadi targer pencapaian NDC Indonesia dari sektor kehutanan.

Baca juga: Aktivis lingkungan ragu laju eksploitasi hutan berkurang

Baca juga: Inpres Moratorium Lambang Perubahan dalam Perlindungan Hutan

Baca juga: Pemerintah Terapkan Empat Pengecualian Inpres Moratorium Hutan

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019