Jakarta (ANTARA News) - Keterpurukan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot antar-bank Jakarta, agak tertahan oleh masuknya dana asing ke pasar domestik, yang masih tertarik dengan tingginya suku bunga rupiah.
"Tingginya tingkat suku bunga dalam bentuk rupiah merupakan faktor utama yang menahan keterpurukan nilai tukar rupiah akibat kenaikan harga minyak mentah dunia," katanya Pengamat Pasar Uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, nilai tukar rupiah akan jatuh di atas Rp9.400 per dolar AS tanpa masuknya dana asing yang diinvestasikan di Surat Utang Negara maupun obligasi.
"Kami memperkirakan rupiah sudah `lari kencang` di atas Rp9.400 per dolar AS, apabila investor asing tidak menempatkan dananya diinstrumen Bank Indonesia (BI)," katanya.
Nilai tukar rupiah, lanjut Edwin, dalam waktu dekat juga akan mendapat dukungan dari bank sentral AS (The Fed). The Fed, kata dia, akan menurunkan suku bunga acuan Fedfun sebesar 50 basis poin menjadi 1,75 persen dari sebelumnya 2,25 persen.
Namun, ia mengatakan, sentimen positif tersebut tidak berdampak besar, karena masih kuatnya kekhawatiran atas gejolak kenaikan harga minyak mentah yang masih berlanjut.
The Fed sebelumnya pernah menurunkan suku bunga Fedfun sebesar 75 basis poin, namun sentimen positif tidak mampu mendorong nilai tukar rupiah menguat tajam. Bahkan rupiah terlihat sulit untuk naik dari posisi sebelumnya.
Apalagi, lanjut dia, pemerintah saat ini juga sedang mencari dana talangan baru untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak mentah dan bahan pangan. "Karena defisit anggaran pemerintah terus membengkak," ujarnya.
Menurut dia, gejolak kenaikan harga minyak mentah itu dipengaruhi kekhawatiran bahwa produksi minyak mentah Nigeria akan semakin berkurang. Minggu lalu Nigeria telah mengurangi produksi minyaknya hampir mencapai 200.000 barel per hari.
Selain itu juga muncul kekhawatiran adanya aksi pemogokan produsen minyak laut utara yang mengakibatkan kapasitas produksi negara itu berkurang, katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, harga minyak mentah dunia akan kembali melonjak dan diperkirakan bisa mencapai angka 125 dolar AS per barel.
"Kami optimis apabila OPEC meningkatkan kapasitas produksi maka kenaikan harga minyak mentah dunia dapat ditahan," ujarnya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008