"Mengenai tenaga asing, itu semua sesuai kontrol kami, melalui kontrak-kontrak sesuai dengan aturan yang ada," kata Incident Commander PHE ONWJ Pertamina, Taufik Adityawarman di Jakarta, Kamis.
Taufik memberi ilustrasi bagaimana dirinya ingin memasang anjungan minyak lepas pantai sebesar 4.000 ton, namun peralatan yang ada tidak memadai.
Selain itu, Taufik mengingatkan bahwa ini merupakan situasi darurat. Semua pihak harus bahu-membahu untuk bekerja sama. "Bukan hanya Pertamina, namun juga Pelayanan, Pengawasan dan Pengendalian Sosial (P3S) dan SKK Migas saja.Menurut saya, ini adalah bencana industri migas," tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Taufik juga menjelaskan bahwa para ahli asing yang diberdayakan tidak memerlukan sertifikasi International Maritime Organization (IMO). Sebab sertifikasi tersebut diterbitkan untuk mengatur teknis operasional perkapalan asing.
Taufik mengingatkan bahwa ahli asing yang dipekerjakan didasarkan pada kapabilitas dan kompetensi yang mereka miliki.
Sejak terjadi tumpahan minyak dari sumur YYA-1 di perairan utara Karawang, Pertamina sudah bergerak cepat untuk meminimalkan dampak kejadian ini. Di laut, mereka telah memasang 4.700 static oil boom untuk melokalisasi tumpahan minyak, ditambah 600 meter movable oil boom untuk menangkap tumpahan minyak yang lepas dari static oil boom.
Sedangkan di darat telah dipasang 2.520 meter jaring di pesisir pantai yang terdampak, dan 3.000 meter oil boom yang dipasang di muara sungai.
Baca juga: Pertamina berhasil percepat tutup sumur penyebab tumpahan minyak
Baca juga: Akibat tumpahan minyak, nelayan Bekasi minta kompensasi
Baca juga: Pertamina siagakan 45 kapal atasi tumpahan minyak
Baca juga: PHE ONWJ lakukan proteksi berlapis sekitar anjungan
Pewarta: A Rauf Andar Adipati
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019