Padang (ANTARA News) - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) wilayah Sumatera Barat menilai, pemberlakuan harga pembelian pemerintah (HPP) baru gabah dan beras oleh pemerintah sudah membantu petani, namun belum sesuai dengan harapan."Kebijakan pemberlakuan HPP baru gabah dan beras cukup tepat, wujud kepedulian pemerintah terhadap keluhan petani. Tetapi kenaikan harga masih jauh dari harapan petani," kata Wakil Ketua HKTI Sumbar, Hendra Irawan Rahim, di Padang, Rabu.Pemerintah mulai 22 April 2008 berdasarkan Inpres Nomor 1 tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan, memberlakukan HPP baru.Sebelumnya Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Selasa (22/4) mengatakan, gabah kering panen (GKP) di tingkat petani naik Rp200 dari sebelumnya Rp2.000/kg menjadi Rp2.200/kg. Harga gabah kering giling (GKG) di gudang Bulog naik dari sebelumnya Rp2.600/kg menjadi Rp2.840/kg. Sementara harga beras di gudang Bulog naik dari Rp4.000 menjadi Rp4.300 per kg. Menurut Hendra, jika kenaikan HPP di atas Rp3.000/kg baru susuai dengan harapan dan dampaknya akan dapat dirasakan petani. Namun, dengan kenaikan Rp200/kg - Rp300/kg, tidak bagitu signifikan pengaruhnya terhadap tingginya biaya produksi dan gejolak harga gabah serta beras di tingkat petani. "Dengan kenaikan HPP itu, petani tetap saja masih belum dapat menikmati hasil panen mereka," katanya. Ia juga mengatakan biaya produksi petani cukup tinggi, dampak melonjaknya harga pupuk dan partisida lainnya. Sebab, petani masih sangat tergantung pada pupuk kimia dalam pengembangan pangan, khususnya tanaman padi. Baru sebagian kecil yang sudah mulai mengimbangi dengan pupuk organik. "Kita setuju saja pemberlakuan HPP baru itu. Supaya sesuai dengan harapan petani, diminta kepada pemerintah untuk beberapa bulan ke depan harga HPP dinaikan lagi dari posisi sekarang," katanya. Ia berharap pemerintah lebih memperketat pengawasan dan mengendalikan harga pupuk di pasaran. Secara terpisah, Ketua Kelompok Tani, Kecamatan Kamang Magek, Kab. Agam, Sumbar, Lainis SM, mengatakan, kebijakan pemerintah pemberlakuan HPP baru cukup baik, akan tetapi masih jauh dari harapan. Ia menyebutkan, pada sentra kabupaten itu harga GKP petani sudah ada yang mencapai Rp3.500/kg, namun masih belum bisa mengimbangi biaya produksi yang kian tinggi. "Kami sangat dibebani tingginya biaya pembelian pupuk akhir-akhir ini serta upah buruh," katanya. Ia berharap, pemerintah dapat mengendalikan harga pupuk, sehingga mereka masih bisa menikmati hasil panen. Lainis menjelaskan, kebutuhan pupuk urea pada Nagari Guguk Pincuran Kec. Kamang Magek mencapai 4,8 ton dengan luas areal tanam sekitar 440 hektar. Sementara, pupuk yang disalurkan hanya tiga ton atau kekurangan 1,8 ton dalam satu kali musim tanam. Guna mengatasi keterbatasan pupuk, kelompok menyediakan pupuk kompos sekitar 3,5 ton, tetapi harganya lebih tinggi mencapai Rp95 ribu/karung (25 kg). Untuk pupuk urea berkisar Rp65 ribu-Rp85 ribu per karung (50 kg) dan posisi harga sering berfluktuasi. "Kita berhadap pemerintah menaikkan lagi HPP gabah dan beras sementara harga pupuk dan pendistribusiannya hingga ke petani lebih dikendalikan," katanya. (*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008