Jakarta  (ANTARA News) - Sektor properti di Tanah Air, setelah mengalami fenomena stagnasi dalam beberapa waktu terakhir ini, diperkirakan pada tahun 2019 mendatang juga akan tetap stabil.

Hal itu juga diamini oleh Head of Marketing Rumah.com (portal properti), Ike Hamdan, dalam peluncuran Rumah.com Property Outlook 2019 di Jakarta, Kamis (6/12).

Menurut Ike, pasar properti nasional pada 2019 diprediksi stabil meski akan ada pemilihan presiden 2019 di semester pertama tahun depan.

Ia juga berpendapat bahwa kebijakan pemerintah untuk menjaga sentimen pasar di sepanjang tahun 2018, terutama pascalebaran dan pengaruh global, berdampak positif.

Apalagi, ia mengingatkan bahwa kebijakan pemerintah yang melonggarkan "loan to value` (LTV) atau persentase uang muka membuka kesempatan bagi para pencari properti untuk membeli rumah dengan uang muka yang serendah-rendahnya.

Ike menjelaskan bahwa secara umum, pasar properti di tahun 2019 tidak akan begitu terpengaruh dengan keadaan politik.

Dengan demikian, lanjutnya, pasar properti akan terus merangkak naik dan menuju pemulihan, sehingga saat ini dinilai merupakan waktu yang tepat untuk membeli properti, baik untuk tujuan dihuni maupun dipakai sendiri sebagai sarana investasi.

Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, menyebutkan bahwa pasar properti Jakarta sekarang menunggu momentum untuk pemulihan, setidaknya setelah beberapa bulan setelah pemilu.

Menurut Ferry, meski mengalami stagnasi, tetapi pasar properti di Jakarta dinilai tetap tidak bisa ditandingi oleh pasar berkembang lainnya.

Ferry mengingatkan bahwa sejumlah perusahaan teknologi finansial pada saat ini sudah memulai untuk memperluas dengan mencari ruang kerja baru yang lebih besar.

Dalam paparan properti di Jakarta, 3 Oktober 2018, Ferry juga menyatakan bahwa kondisi perkantoran di wilayah Jakarta dinilai masih stagnan antara lain karena banyaknya pasokan perkantoran baru di kawasan Ibu Kota.

Menurut dia, salah satu penyebab dari fenomena tersebut adalah proyeksi suplai atau pasokan perkantoran yang sangat besar pada tahun 2018 ini, yang diperkirakan mencapai sekitar 600 ribu meter persegi.

Padahal, Ferry mengingatkan bahwa volume aktivitas sewa menyewa di ruang perkantoran Jakarta masih lebih kecil dibandingkan volume pasokan perkantoran yang masuk sehingga dinilai belum ada titik keseimbangan.

Ia juga mengungkapkan, karena banyaknya pasokan perkantoran yang masuk maka kemungkinan jumlah tingkat hunian perkantoran di wilayah Jakarta akan turun sampai sekitar 80 persen, dari posisinya pada saat ini sekitar 82,8 persen.

Ferry juga memaparkan, pada tahun ini juga dipenuhi dengan berbagai sentimen faktor nonteknsi antara lain kondisi tahun politik yang juga mempengaruhi perilaku investor properti.

Berbeda dengan di area CBD atau sentrabisnis Jakarta, di kawasan non-CBD tingkat okupansi dinilai masih tinggi, tetapi baru akan terasa pada tahun depan karena pasokan akan bertambah di non-CBD terutama pada 2019.

Dampak positif

Sementara itu, dalam paparan properti yang sama, Senior Director of Office Services Department Colliers International Indonesia Bagus Adikusumo mengungkapkan bahwa kesuksesan penyelenggaran Asian Games 2018 dinilai bakal berdampak positif terhadap animo properti Jakarta, khususnya dari pihak asing yang ingin berinvestasi.

"Saat ini memang belum melihat dampaknya secara langsung, tetapi dengan Indonesia dilihat mampu menyelenggarakan pentas internasional seperti Asian Games, dampak langsung investor dari luar akan semakin positif untuk masuk ke Indonesia," kata Bagus.

Menurut Bagus, kondisi pasar properti Ibu Kota yang sekarang dalam kondisi pasokan berlebih di beberapa sektor akan memberikan peluang kepada investor asing untuk masuk dan bekerja sama dengan pemilik tanah dari properti lokal yang dinilai memiliki lokasi properti yang sangat strategis.

Hal tersebut, lanjutnya, karena investor asing dinilai membawa "cash flow" atau aliran dana yang sangat kuat sehingga mereka tidak terlalu tergantung kepada penjualan sales awal.

Ia berpendapat bahwa investor asing yang masuk ke Indonesia rata-rata berbicara untuk jangka panjang yaitu tidak hanya 5 tahun tetapi bisa sampai sekitar 20 tahun.

Apalagi, ujar dia, siklus properti juga akan berjalan naik turun sehingga bila saat ini siklus properti di Jakarta sedang turun, maka pada saat siklusnya naik, para investor asing ke depannya juga sudah memiliki properti di lokasi yang premium.

Bagus mencontohkan banyak investor dari Jepang dan Korea Selatan yang sudah masuk ke lokasi premium di Jakarta dan sekitarnya, dengan berpikir dalam jangka panjang.

Optimisme juga dirasakan oleh Director Consumer Banking BTN, Budi Satria, yang melihat hal tersebut antara lain dari antusiasme jumlah pengunjung yang mengunjungi Indonesia Property Expo (IPEX) 2018.

Pada Pameran IPEX yang berlangsung pada 22-30 September itu, tercatat jumlah pengunjung mencapai lebih dari 13.000 orang.

Masih pada pameran yang sama, Bank BTN berhasil membukukan transaksi hingga Rp 8,7 Triliun atau melebih target awal sebesar Rp 5 triliun yang ditetapkan.

Jumlah dari pencapaian tersebut, lanjutnya, juga membuktikan bahwa permintaan akan hunian sebagai investasi maupun tempat tinggal masih sangat tinggi.

Tren KPR

Terkait dengan KPR properti, Ferry Salanto dari Colliers International Indonesia menyatakan bahwa tren pengguna kredit pemilikan rumah (KPR) atau kredit pemilikan apartemen (KPA) di sektor properti semakin meningkat dengan adanya revisi aturan LTV atau rasio kredit yang diperbolehkan.

Apalagi, ujar Ferry, saat ini sudah ada bank-bank yang menawarkan suku bunga digit tunggal selama 1-2 tahun pertama, meski setelah itu tingkat suku bunga tersebut juga dapat mengambang kembali.

Ferry memaparkan, jumlah pengguna KPR/KPA pada 2013 baru sekitar 16 persen, tetapi pada tahun 2018 ini jumlah pembeli properti dengan menggunakan pinjaman dari perbankan meningkat hingga 33 persen.

Menurut dia, pada saat ini memang perlu adanya kebijakan seperti revisi LTV agar memudahkan orang untuk membeli properti dengan fasilitas kredit, karena mereka yang memiliki KPR biasanya adalah "end-user" (pengguna akhir) yang bukan semata-mata investor.

Ia mengingatkan bahwa berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini jumlah simpanan dalam tabungan di masyarakat meningkat.

Bank Indonesia juga melakukan kebijakan untuk menaikkan tingkat suku bunga dalam rangka menahan pelemahan rupiah.

"Ketika tingkat suku bunga naik, maka akan berdampak terhadap ongkos pinjaman dari bank yang lebih mahal dan akhirnya mempengaruhi keputusan calon pembeli untuk membeli properti lewat KPR," ucapnya.

Ferry juga mengingatkan bahwa calon pembeli properti (terutama untuk kelas menengah-atas), saat ini masih cenderung untuk menunggu atau menunda membeli properti sampai pemerintahan baru terbentuk.

Sedangkan Ekonom Andry Asmoro mengemukakan dengan kenaikan suku bunga acuan, maka akan semakin meningkatkan potensi untuk naiknya suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) pada 2019.

Namun, meski mengalami kenaikan, menurut dia, tetapi diperkirakan perkembangan properti akan terus naik tahun depan. Hal tersebut dapat terindikasi antara lain dari masih banyaknya promo dari perbankan terkait KPR/KPA.

Apalagi, ia mengingatkan bahwa KPR masih menjadi salah satu andalan warga dalam membeli rumah.

Capai target

Dari sisi pasokan perumahan nasional, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid mengatakan, program sejuta rumah merupakan kerja banyak pihak sehingga di tahun ini bisa mencapai target.

Khalawi dalam pembukaan Rakernas Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) di Nusa Dua, Bali, Rabu (5/12), mengungkapkan bahwa sampai dengan 26 November target sudah tembus mencapai 1,1 juta unit rumah menengah bawah, setelah tiga tahun berturut-turut tercapai 700 ribu unit 2015, 800 ribu unit 2016, dan 900 ribu unit pada 2017.

Sedangkan terkait Tapera, Khalawi dalam diskusi di Jakarta, beberapa waktu lalu, meyakini bahwa Tapera bakal memperlancar pembiayaan perumahan jangka panjang di Nusantara.

Dalam kata sambutan yang membuka diskusi tersebut, Khalawi mengutarakan harapannya bila telah dioperasionalkan, maka Tapera akan mewujudkan impian terutama bagi masyarakat yang tidak berpenghasilan tetap, agar mereka dapat memiliki rumah.

Sementara itu, Direktur Pendayagunaan Sumber Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Adang Sutara menuturkan Tapera adalah bentuk penyimpanan yang dilakukan oleh peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu untuk digunakan dalam pembiayaan perumahan bagi masyarakat luas.

Ada tiga asas yang melandasinya, yaitu asas kegotongroyongan, kemanfaatan, dan keadilan, sedangkan di antara ketiganya yang paling menonjol adalah kegotongroyongan.

Terkait dengan Tapera, dijelaskan pula bahwa aspek pemupukan diharapkan bisa meningkatkan simpanan para peserta saat berakhir kepesertaannya dan pencadangan adalah suatu manfaat ketika para peserta berhenti atau pensiun dari kepesertaan Tapera.

Dengan Tapera, Adang juga menginginkan agar ke depannya tingkat suku bunga KPR-nya juga bisa ditekan hingga tetap lima persen seperti program FLPP sekarang.

Berbagai program tersebut juga diharapkan dapat lebih menggairahkan penjualan properti sehingga sektor tersebut bisa lebih tinggi dari sekadar stabil pada tahun depan.

Baca juga: Jatim hadapi kejutan ekonomi 2019 dengan senyuman
Baca juga: Sulawesi Selatan gencarkan destinasi wisata baru
Baca juga: Mengembalikan kejayaan vanili, emas hijau, Temanggung

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018