Kemegahan dan kerindangan Istana Bogor membuatnya cocok untuk menjadi rumah keluarga, mausoleum sekaligus monumen nasional. Hal itu tidak mengherankan karena Gubernur Jenderal Belanda Gustaaf Willem Baron van Imhoff (1745-1750) sebagai inisiator sekaligus pembuat sketsa awal bangunan tersebut mencontoh Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough, dekat kota Oxford di Inggris.
Beranda belakang Istana Bogor (ANTARA News/Desca Lidya)
Pada 1745, van Imhoff memerintahkan pembangunan pesanggrahan di pusat kota Bogor, di atas tanah berkontur datar seluas 28,86 hektar yang diberi nama Buitenzorg, artinya bebas masalah atau tanpa urusan.
Namun Istana Bogor pernah mengalami rusak berat saat terjadi pemberontakan perang Banten di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang pada 1750-1754. Setelahnya, musibah datang kembali; pada 10 Oktober 1834 gempa bumi mengguncang Istana tersebut sehingga rusak berat.
Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Yacob Duijmayer van Twist (1851- 1856), bangunan lama yang terkena gempa dirubuhkan dan dibangun kembali menjadi bangunan baru satu tingkat dengan mengambil arsitektur Eropa Abad IX. Selain itu, dibangun pula dua buah jembatan penghubung Gedung Induk dan Gedung Sayap Kanan serta Sayap Kiri yang dibuat dari kayu berbentuk lengkung.
Istana Bogor selesai dipugar pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861). Sembilan tahun kemudian, pada 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda hingga 44 orang.
Dalam Bayang-bayang
Taman belakang Istana Bogor (ANTARA News/Desca Lidya)
Sementara Istana Bogor bolak-bolik bongkar pasang, di sebelahnya Kebun Raya Bogor sejak 18 Mei 1817 resmi berdiri.
Kebun itu didirikan oleh Direktur urusan Pertanian, Kerajinan dan Ilmu-ilmu di Hinda Belanda CGC Reinwardt untuk mewujudkan semua bayangan tentang "Hortus Bogoriensis" yaitu kebun yang indah dengan pohon-pohon yang terkuat, kembang kembang yang terindah terbersih, buah-buah yang termahal, tempat-tempat pelancongan yang dilalui banyak sungai kecil dan dihias di sana-sini dengan kolam-kolam yang menyegarkan.
Pada akhir Perang Dunia II, Indonesia menyatakan kemerdekaannya dan Jepang bertekuk lutut kepada tentara Sekutu. Sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) menduduki Istana Buitenzorg seraya mengibarkan Sang Saka Merah Putih.
Sayangnya, tentara Ghurka datang menyerbu. Para pemuda dipaksa keluar dari istana dan baru pada 1949 diserahkan kembali ke pemerintah Indonesia dengan keadaan memprihatinkan: barang istana termasuk emas bertaburkan ratna-mutu-manikam rusak dan hilang, sampah yang tertimbun sampai belasan gerobak banyaknya.
Terdapat sejumlah gedung di kompleks Istana Bogor. Pertama, gedung induk yang terdiri dari dari delapan ruang dengan Ruang Garuda sebagai ruang terbesar digunakan untuk sidang-sidang kabinet. Ada 16 pilar besar bergaya Korintia, menopang langit-langit ruangan berbentuk kubah oval, yang dihiasi dengan relief-relief unik gaya Yunani.
Ruang teratai gedung induk Istana Bogor (ANTARA News/Desca Lidya)
Selanjutnya ada ruang Teratai yang berfungsi sebagai ruang penerimaan tamu. Pada salah satu dinding/temboknya tergantung sebuah lukisan bunga teratai yang sedang mekar, yang diberi judul Teratai, buah karya pelukis C.L. Dake Jr. (1952). Antara ruang Teratai dan Garuda ada ruang penghubung yang kedua dindingnya dipasang cermin berbingkai emas peninggalan Belanda. Bayangan cermin-cermin tersebut saling memantul sehingga tampak banyak sekali bayangan sehingga ruang itu diberi nama Ruang Seribu Cermin.
Kemudian ada juga ruang film yang pernah berfungsi sebagai ruang pemutaran film pada masa Presiden Soekarno lengkap dengan lubang-lubang di atas tempat menaruh pryektor.
Ruang makan keluarga presiden yang berfungsi sebagai ruang makan utama; meja makan dengan 8 kursi dipakai keluarga presiden bupet berisi barang-barang perak dari PM Thanom Kittikachorn dari Muangthai.
Ruang kerja Presiden yang pernah berfungsi sebagai tempat bekerja Presiden Soekarno. Beberapa kali sidang kabinet di istana Bogor termasuk saat Presiden Soeharto sidang kabinet waktu membicarakan PM Asutralia. Di dalam ruangan ada lukisan 2 x 3 meter pelukis Rusia Makowski yang dibeli dari museum Eropa pada 1961, yang menggambarkan upacara perkawinan rusia dihadiahkan Uni Soviet pada 1956. "Saudara" dari lukisan itu ada di ruang makan utama yang melukiskan upacara pesta dewa anggur di kayangan dengan ukuran yang sama.
Kemudian ruang perpustakaan yang pernah berfungsi sebagai ruang perpustakaan Presiden Soekarno dengan jumlah buku yang tersimpan 4500 buah.
Di gedung induk juga punya kamar tidur yang salah satunya diberi nama kamar raja. Kamar tidur ini memiliki sebuah tempat tidur berukuran istimewa: 225 cm x 284 cm, tempat tidur ini dipersiapkan bagi Raja Arab Saudi, Ibnu Saud, yang berpostur tubuh tinggi, yang direncanakan pada saat itu akan bermalam di Istana Bogor namun kunjungan dibatalkan.
Kamar raja pada 1972 pernah dipakai kamar pengantin Sigit Soeharto, putera sulung Presiden Soeharto. Kakaknya, Tutut Soeharto yang perkawinannya dirayakan pada hari yang sama mendapat ruangan dengan nama kamar pengantin yang perabotannya berwarna putih.
Sementara gedung utama sayap kiri terdiri dari dua ruang: ruang konferensi, yang pernah digunakan sebagai Ruang Konferensi Lima Negara (Ruang Pancanegara) tahun 1954 sebagai persiapan Konferensi Asia Afrika dengan bekas tiang bendera 5 negara masih terpancang di sana serta ruang tidur dan ruang tengah.
Ada juga lukisan kodok menari menyerupai tarian kecak karya Regik serta lukisan karya pelukis remaja berusia 14 tahun bernama Parmidji yang menceritakan penderitaan rakyat di lembah gunung kidul tergantung di sana.
Sementara gedung utama sayap kanan disediakan bagi tamu-tamu negara yang bermalam di Istana Bogor. Bagian ini terdiri atas beberapa ruang tidur.
Sejumlah pemimpin dunia yang pernah tidur atara lain pangeran Akihito dari Jepang, Presiden Josep Broz Tito dari Yugoslavia, Perdana Menteri Nikita Khurschev dari Uni Soviet, Pangeran Norodom Sihanouk dari Kamboja, Jenderal Ho Chi Min asal Vietnam, Jaksa Agung Amerika Robert Kennedy hingga Pangeran Belanda Willem Frederick Hendrik.
Beranda belakang gedung induk Istana Bogor (ANTARA News/Desca Lidya)
Istana Bogor juga terdiri atas sejumlah paviliun. Paviliun pertama adalah Paviliun Dyah Bayurini yang sekarang ditempati oleh Presiden Joko Widodo dan keluarga yang dibangun pada 1964. Paviliun yang berdiri di atas tanah seluas 560,44 meter persegi ini dilengkapi dengan kolam renang dan terpisah sama sekali dari bangunan istana.
Dulunya, paviliun ini digunakan sebagai tempat peristirahatan bagi Presiden Soeharto beserta keluarga jika sedang berkunjung ke Istana Kepresidenan Bogor. Gedung itu tampak menyejukkan, menenangkan dan menenteramkan hati. Warna-warna yang menyelimuti perabot dalam ruangan ini didominasi oleh hijau muda.
Kemudian ada paviliun Jodipati digunakan sebagai rumah kediaman untuk pejabat istana dengan jabatan sebagai kepala istana, sedangkan untuk paviliun lainnya digunakan sebagai tempat peristirahatan oleh para pejabat lain yaitu paviliun I-V.
Paviliun yang cukup bersejarah adalah paviliun Amarta yang pernah digunakan sebagai kediaman Presiden Soekarno bersama Ibu Hartini.
Di paviliun itu juga menjadi tempat Presiden Sukarno saat ini menerima utusan Panglima Angkatan Darat saat itu Letnan Jenderal Soeharto pada 11 Maret 1966. Sukarno pada hari itu tiba-tiba pergi dari Jakarta usai rapat kabinet di istana ke Bogor dengan menggunakan helikopter karena menerima catatan dari komandan pengawalnya bahwa keadaan tidak aman di Jakarta.
Ketiganya adalah Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Menteri Perindustrian Brigadir Jenderal M Jusuf dan Brigjen Amirmachmud selaku Panglima Kodam Jaya.
Mereka menyampaikan kepada Presiden Sukarno agar menugaskan Soeharto yang dinilai mampu mengatasi situasi serta menjamin keselamatan pribadi Presiden, Pancasila, Undang-undang Dasar 1945 serta keselamatan bangsa dan negara. Meski Presiden Sukarno bertanya bagaimana cara mengatasinya, Basuki hanya menjawab "Perintahkan saja kepada Pak Harto".
Ketiganya juga mengusulkan kepada Presien agar menunjuk Basuki yang saat itu menjadi Menteri Urusan Veteran sebagai ketua tim perumus surat perintah.
Dari buku Srihana-Srihini, biografi Hartini Soekarno karya Arifin Suryo Nugroho disebutkan Hartini melihat Sukarno berkali-kali menghela nafas panjang dan menyernyitkan dahi sebelum menandatangani surat itu. Sukarno juga menyempatkan sholat. Usai magrib Presiden Sukarno pun menandatangani Supersemar.
Isinya antara lain memerintahkan Soeharto mengambil tindakan menjamin keamanan, ketenangan dan kestabilan juga menjami keselamatan dan kewibawaan Sukarno. Surat itu juga yang menjadi penanda beralihnya kekuasaan dari Sukarno ke Soeharto.
Supersemar sendiri didorong oleh kondisi politik Indonesia yang saat itu bergejolak. Istana Bogor sempat jadi tempat berunjuk rasa para mahasiswa dari Presidium KEsatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang membawa tiga tuntutan rakyat (Tritura) yang berisi Bubarkan Partai Komunis Indoensia, Rombak Kabinet Dwikora dan Turunkan Harga.
Mahasiswa berdemonstrasi di depan Istana Bogor meski sedang berpuasa pada bulan Ramadhan. Keadaan bertambah dramatis karena hujan deras mengguyur Bogor namun mahasiswa yang saat itu dipimpin Ketua KAMI Jakarta Raya Sofjan Wanandi tetap berkeras meneruskan aksi.
Berjarak 51 tahun kemudian, masyarakat dan barisan pelajar juga berjejer di depan Istana Bogor masih di bawah guyuran hujan. Namun kali ini bukan untuk menuntut sesuatu dari pemerintah melainkan untuk menyambut Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al-Saud pada 1 Maret 2017.
Hujan deras, penyambutan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud dilakukan di lobi Istana Bogor. Presiden Jokowi dan Raja Salman sepanjang seremoni penyambutan pun harus dipayungi, bahkan Presiden Jokowi sempat memayungi Raja Salman dan Raja Salman pun memegang erat tangan Presiden Jokowi.
Tidak hanya Raja Salman yang tetap merasakan "kehangatan" di derasnya hujan kota Bogor, tapi ada juga sejumlah pemimpin negara lain yang disambut hangat di sini. Misalnya Presiden Amerika Serikat George Walker Bush pada 20 November 2006.
Saat itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan memerintahkan pembuatan dua landasan helokopter (helipad) di Kebun Raya Bogor untuk menyambut Presiden AS ke-43 itu.
Presiden AS ke-42 Bill Clinton juga sempat berkunjung ke Istana Bogor saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi EKonomi Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation/APEC) pada 15 November 1994 dan mendapat seragam batik dalam acara itu.
Sementara kepala negara pada masa pemerintahan Presiden Jokowi yang diterima di Istana Bogor antara lain Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Raja Swedia Carl XVI Gustaf, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani hingga Persiden ke-44 AS Barack Obama yang meski tidak lagi menjabat saat berkunjung tetap dijamu penuh oleh Presiden Jokowi dengan "mentraktir" bakso di restoran Grand Garden sambil menikmati asrinya Kebun Raya Bogor.
Patung di Istana Bogor (ANTARA News/Desca Lidya)
Presiden Jokowi memang selalu membawa tamunya ke beranda belakang gedung induk untuk melihat taman belakang Istana Bogor yang menyatu dengan Kebun Raya Bogor. Salah satu karya seni di taman belakang itu adalah replika patung "The Hand of God" yang dibuat pemahat Swedia Carl Milles sebagai hadiah dari pemerintah Swedia kepada pemerintah Indonesia pada 1957.
Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor memang tidak terpisahkan, seperti hubungan manusia dan bayang-bayangnya.
Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017